REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis menyerukan penyelidikan independen terhadap pembunuhan 100 lebih orang Palestina yang mengumpulkan bantuan makanan di Gaza utara. Kemarahan dunia terhadap serangan Israel itu semakin membesar.
Setidaknya 115 orang tewas dan lebih dari 750 lainnya terluka dalam serangan di bundaran Nabulsi di Kota Gaza, Kamis (29/2/2024). Saksi mata mengatakan tentara Israel menembak orang-orang yang mengumpulkan tepung sementara pejabat Israel mengatakan pasukannya menembak karena merasa terancam ketika warga mulai mendekati truk bantuan.
Berbicara di stasiun televisi nasional France Inter, Menteri Luar Negeri Prancis Stephane Sejourne mengatakan Prancis tidak akan menerapkan "standar ganda" pada konflik Israel-Palestina. "Kami meminta penjelasan, dan harus ada penyelidikan independen untuk menetapkan apa yang terjadi, Prancis menyebutkan sesuatu sesuai namanya, hal diterapkan ketika kami menetapkan Hamas sebagai kelompok teroris tapi kami juga harus menyebutkan sesuatu sesuai namanya ketika terjadi kekejaman di Gaza," kata Sejourne seperti dikutip dari Aljazirah, Sabtu (1/3/2024).
Sebelumnya Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan para warga Palestina yang mencari bantuan "menjadi target pasukan Israel" dan mengungkapkan "kecaman terkerasnya atas penembakan tersebut."
Di media sosial X, Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu "mengabaikan pembantaian bundara Nabulsi" dan ia merupakan "wajah politik" menteri keamanan nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir.
"Kementerian menyerukan sanksi pencegahan terhadap pemerintah Israel untuk memastikan perlindungan bagi warga sipil dan mengamankan kebutuhan kemanusiaan mereka," kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam pernyataanya.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak mengecam penembakan itu. Tapi, ia mengatakan Washington memeriksa "dua versi yang bertentangan" mengenai pembunuhan tersebut dan insiden itu akan memperumit upaya gencatan senjata Israel-Hamas.
Sumber diplomasi mengatakan Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan darurat tertutup pada Kamis malam tapi gagal mengeluarkan pernyataan yang mengecam pembantaian itu setelah AS menolak untuk menyalahkan Israel. Deputi Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood mengecam kematian warga sebelum masuk ruang rapat tapi setelah keluar ia mengatakan AS "tidak memiliki semua fakta di lapangan."
Sementara itu juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning mengatakan, Beijing terkejut dengan peristiwa tersebut dan mengecamnya dengan keras. "Cina mendesak pihak-pihak yang relevan terutama Israel untuk menahan tembakan dan segera mengakhiri pertempuran, melindungi keselamatan warga sipil dengan sungguh-sungguh, memastikan bantuan kemanusiaan dapat masuk dan menghindari bencana kemanusiaan lebih serius," kata Mao.
Afrika Selatan yang mengajukan kasus genosida Israel di Gaza ke Mahkamah Internasional (ICJ) mengecam pembantaian orang-orang yang sedang mencari bantuan. "Kekejaman terbaru ini pelanggaran hukum internasional dan melanggar perintah sementara Mahkamah Internasional," kata Afrika Selatan dalam pernyataannya.
Kementerian Luar Negeri Qatar juga mengecam "sekeras mungkin pembantaian keji yang dilakukan penjajah Israel" dan menyerukan "tindakan darurat internasional" untuk menghentikan perang di Gaza. "Pengabaian (Israel) pada nyawa rakyat Palestina akan sangat mengancurkan upaya internasional yang bertujuan untuk mengimplementasikan solusi dua negara dan membuka jalan yang memperluas siklus kekerasan di kawasan," kata Doha.
Kementerian Luar Negeri juga mengutuk jatuhnya korban jiwa dan menegaskan kebutuhan tercapainya gencatan senjata. "Arab Saudi menuntut komunitas internasional untuk mengambil posisi tegas untuk mewajibkan Israel menghormati hukum humanitarian internasional, segera membuka koridor kemanusiaan yang aman, mengizinkan evakuasi korban luka dan mengizinkan pengiriman bantuan," kata Kementerian Luar Negeri Arab Saudi.
Turki mengatakan Israel kembali melakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan." Ankara mengecam kelaparan di Gaza sementara warga sipil kesulitan mendapatkan pasokan makanan dasar.
"Fakta sekarang Israel mengincar warga sipil tidak berdosa yang mengantri untuk bantuan kemanusiaan adalah bukti (Israel) dengan sadar dan kolektif menghancurkan rakyat Palestina," kata Kementerian Luar Negeri Turki.
Pemerintah Iran menggambarkan insiden tersebut sebagai “serangan biadab rezim Zionis.” Sementara Kementerian Luar Negeri dan Emigran Lebanon mengatakan insiden tersebut “dalam kerangka kebijakan kelaparan massal dan pemusnahan rakyat Palestina, yang mendorong mereka pada keputusasaan dan menyiram bensin ke dalam api”. Yordania dan Liga Arab juga mengecam pembunuhan massal tersebut.