REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN terus produktif meningkatkan Dana Pihak Ketiganya (DPK) terutama dana murah (current account savings account/ CASA) dengan sejumlah strategi. Hal ini lantaran dana murah BTN paling kecil di industri perbankan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
"Kami merasa CASA ratio kami paling tertinggal di antara bank Himbara lain. CASA ratio kami hanya 53 persen ketika bank Himbara lain sudah di 60 dan 70 persen lebih," ujar Direktur Utama BBTN Nixon LP Napitupulu usai gelaran RUPST Bank BTN di Jakarta, Rabu (6/3/2024) sore.
"Kami juga sebenarnya membentuk satu direktorat baru yang diberi nama direktorat digital sales yang kebetulan saat ini pemimpinnya SMPV. Tapi kami sudah dapat pemimpinnya. Nanti dalam waktu dekat akan join ke BTN. Sehingga kamu akan memperkuat sales digital application. Terutama mobile, cash management, EDC, dan lain sebagainya. Ini juga sebagai bagian upaya untuk mendorong bisnis retail funding dan CASA BTN ke depan," tambah Nixon.
Perseroan, lanjut Nixon, akan mempercepat pertumbuhan DPK ritel, pertumbuhan DPK dari CASA. Sehingga BTN memiliki biaya dana atau Cost of Fund (CoF) yang lebih murah lagi ke depan.
Sebelumnya, Direktur Distribution & Funding BTN Jasmin mengatakan komposisi DPK yang dihimpun pihaknya terdiri dari 78 persen nasabah korporasi dan 22 perse dari nasabah retail. Dia mengungkapkan bahwa pertumbuhan DPK di BTN paling banyak berasal dari pendanaan korporasi.
Jasmin mengatakan CoF dari korporasi lebih mahal. Oleh karena itu BTN akan melebarkan pangsa pasar asset under management dengan mengatur nilai nominal minimum menjadi Rp 100 juta dari sebelumnya Rp 500 juta.
Dengan demikian, harapannya BTN dapat mengurangi rasio sumber dana dari korporasi-korporasi besar. Selain itu, BTN juga akan lebih agresif mencari DPK melalui kantor cabang pembantu (KCP). Bank akan mengoptimalkan 541 KCP untuk menjual produk wealth management.
Jasmin mengatakan tahun ini BTN membidik komposisi dana murah sebesar 53 hingga 55 persen. Fokusnya pada tahun ini adalah CASA yang berbasis transaksi retail.
"Makanya, kami ke depannya, kredit itu akan menyesuaikan dengan likuiditas sehingga cost of fund kita nggak akan terlalu tinggi. Kecuali kalau pertumbuhan likuiditas nasional di atas 10 persen ya. Ini kan cuma 3,8 persen, ketika demand-nya lebih besar ketimbang supply-nya, harganya kan pasti naik," ujar Jasmin.