Jumat 08 Mar 2024 19:57 WIB

Kemenperin Dorong Pengembangan Sagu untuk Diversifikasi Pangan

Utilisasi produksi industri pati sagu nasional saat ini masih sangat rendah.

Red: Lida Puspaningtyas
Anggota kelompok Solenaed Family membuat sagu tumang secara tradisional di Negeri (Desa) Soya, Kota Ambon, Provinsi Maluku, Jumat (25/2/2022). Pembuatan sagu tradisional dengan wadah daun sagu atau tumang di Negeri Soya mulai muncul lagi sejak pandemi COVID-19, untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan sebagian dijual untuk warga setempat dengan harga Rp100 ribu per tumang dengan berat 20-25 kilogram.
Foto: Antara/FB Anggoro
Anggota kelompok Solenaed Family membuat sagu tumang secara tradisional di Negeri (Desa) Soya, Kota Ambon, Provinsi Maluku, Jumat (25/2/2022). Pembuatan sagu tradisional dengan wadah daun sagu atau tumang di Negeri Soya mulai muncul lagi sejak pandemi COVID-19, untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga dan sebagian dijual untuk warga setempat dengan harga Rp100 ribu per tumang dengan berat 20-25 kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong pengembangan sagu untuk diversifikasi pangan sumber karbohidrat sekaligus menjaga ketahanan pangan nasional.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika di Jakarta, Jumat, menilai produk pangan lokal itu tepat untuk dijadikan produk diversifikasi, karena memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim dan cuaca.

Baca Juga

"Pohon sagu dapat tetap tumbuh meskipun saat banjir ataupun pada saat masa kekeringan karena kemarau panjang, sehingga pohon sagu tidak terdampak fenomena alam seperti La Nina dan El Nino," ujarnya.

Ia menyampaikan sagu berpotensi dikembangkan sebagai alternatif bahan pangan sumber karbohidrat utama nasional, mengingat Indonesia saat ini memiliki lahan sagu sebanyak 5,5 juta hektare.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pihaknya mendorong pengembangan hilirisasi sagu di dalam negeri melalui dukungan peningkatan produksi pati sagu dan diversifikasi produk olahan pati sagu.

Pada 2023, Kemenperin bekerja sama dengan beberapa industri besar yang merupakan produsen pati sagu nasional untuk meningkatkan utilisasi produksinya.

"Utilisasi produksi industri pati sagu nasional saat ini masih sangat rendah yaitu di bawah 30 persen. Hal ini sebagai dampak dari keterbatasan industri untuk memperoleh bahan baku empulur sagu,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengatakan pemerintah bekerja sama dengan industri pati sagu untuk mengembangkan model bisnis industri dengan menggunakan sagu basah produksi UMKM sebagai bahan baku di industri tersebut.

Pemanfaatan sagu basah UMKM dinilai mampu memperlambat proses oksidasi, sehingga jangkauan bahan baku industri tersebut semakin luas, serta bisa memberikan nilai tambah pada petani sagu.

Adapun pati sagu saat ini dikenal sebagai bahan untuk membuat papeda, namun bahan pangan tersebut sudah mulai tumbuh ke arah industri yang lebih modern, seperti produk mi instan dan beras analog.

"Produk pangan olahan ini berpotensi menjadi pangan utama pengganti beras terutama pada saat terjadinya kelangkaan beras," ujar Dirjen Industri Agro.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement