REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peritel pakaian seperti Zara, Forever 21, dan H&M membuat pakaian yang murah dan modis untuk memenuhi kebutuhan konsumen muda. Namun, fast fashion memiliki dampak lingkungan yang signifikan.
Menurut Program Lingkungan PBB (UNEP), industri ini merupakan konsumen air terbesar kedua dan bertanggung jawab atas sekitar 10 persen emisi karbon global - lebih banyak daripada gabungan seluruh penerbangan internasional dan pelayaran laut.
Laporan Quantis International 2018 juga menemukan bahwa tiga pendorong utama dari dampak polusi global industri fast fashion adalah pencelupan dan finishing (36 persen), persiapan benang (28 persen), dan produksi serat (15 persen). Laporan tersebut juga menetapkan bahwa produksi serat memiliki dampak terbesar terhadap pengambilan air tawar dan kualitas ekosistem akibat pembudidayaan kapas.
Sementara itu, tahap pencelupan dan finishing, persiapan benang, serta produksi serat memiliki dampak tertinggi terhadap penipisan sumber daya, karena proses-prosesnya yang intensif energi yang menggunakan bahan bakar fosil.