REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden bisa mempertimbangkan perubahan syarat pemberian bantuan bagi Israel jika negara Yahudi itu memperluas serangan darat di Jalur Gaza hingga ke Kota Rafah di perbatasan dengan Mesir, menurut laporan Politico. Mengutip sejumlah pejabat AS dan Israel, media politik itu melaporkan, Biden pekan lalu mengatakan bahwa dirinya akan terus mengirimkan pasokan yang diperlukan untuk sistem pertahanan rudal Israel, Iron Dome.
Namun, dia juga mengatakan bahwa baginya, kematian massal warga Palestina adalah batas yang tak boleh dilanggar. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, dia akan tetap memasuki Rafah meski ada peringatan dari AS.
Netanyahu juga mengatakan bahwa gencatan senjata selama bulan suci Ramadan hanya dimungkinkan jika orang-orang yang masih disandera Hamas dibebaskan. "Inilah yang pasti dia pikirkan," kata salah satu pejabat seperti dikutip Politico.
Di lain pihak, operasi militer di Rafah tidak akan segera terjadi. Bahkan jika perintahnya dikeluarkan hari ini, operasi itu tidak akan dimulai, kata seorang pejabat militer Israel. Para pengungsi Palestina harus dievakuasi dari kota itu sebelum operasi militer dimulai, dan pasukan mesti dilatih lebih dulu, kata pejabat itu.
Israel juga belum memiliki rencana yang baik untuk melindungi warga sipil di Rafah, seperti yang diinginkan AS sebelum tindakan apa pun diambil oleh Israel, kata seorang pejabat AS lainnya.
Pada 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan roket besar-besaran ke Israel dari Gaza dan menerobos perbatasan. Serangan itu menewaskan 1.200 orang dan Hamas menyandera 240 orang lainnya.
Israel lalu membalas dengan serangan habis-habisan, memblokade penuh Gaza, melancarkan serangan darat di dalam wilayah kantong Palestina itu untuk "menumpas pejuang Hamas dan membebaskan sandera". Sedikitnya 31.100 orang telah tewas di Jalur Gaza, menurut otoritas setempat.
Pada 24 November 2023, Qatar memediasi perundingan antara Israel dan Hamas untuk pertukaran tahanan dengan sandera dan gencatan senjata, yang memungkinkan bantuan kemanusiaan memasuki Gaza. Gencatan itu diperpanjang beberapa kali dan berakhir pada 1 Desember. Lebih dari 100 orang diyakini masih disandera oleh Hamas di Gaza.