Ahad 17 Mar 2024 11:39 WIB

Plato dan Arti Puasa Bagi Komunibas Bangsa Pecundang dan sungsang?

Relevansi puasa bagi komunitas bangsa pecundang dan sungsang

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Partner
.
Foto: network /Muhammad Subarkah
.

Kemeriahan Ramadhan. (iklustrasi)
Kemeriahan Ramadhan. (iklustrasi)

Oleh: DR Yudi Latif, Penulis dan Cendikiawan.

Saudaraku, apa artinya puasa bagi komunitas bangsa dengan mentalitas pecundang dan sungsang? Bukankah sejak awal puasa merupakan tanda kemenangan/keselamatan yg menarik garis pemisah antara yg adil dan yg batil (furqan Badar)?

Jika begitu, penyelamatan dan kemenangan apakah yg telah kita capai selama ini yg membuat ibadah puasa itu punya kesan dan relevansi kuat dlm kehidupan?

Setelah 25 tahun Reformasi belum kunjung memenuhi janji kesejahteraan, keadilan, kepastian hukum, pemerintahan yg baik dan bersih, mestinya timbul fajar kesadaran bahwa perbudakan mental dan mental korup (corrupted mind) merupakan pangkal terdalam yg membuat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan merajalela, kekayaan bangsa terus terkuras bagi seluas-luas kemakmuran oligarki dan kekuatan asing.

Penjelasan tentang hal ini diberikan oleh Plato. Menurut Plato, jiwa manusia terdiri dari tiga unsur: mental (mind), ambisi (spirit), dan selera kesenangan (appetite). Kebaikan hidup tercapai manakala mental yg sehat memimpin atas ambisi dan kesenangan. Apa yg kita saksikan pada kehidupan bangsa saat ini adalah banjir bandang kesenangan dan ambisi.


Ledakan tuntutan selera dan gaya hidup bangsa menjadikannya salah satu pengimpor terbesar di dunia, mulai dari garam hingga barang mewah. Luapan ambisi kuasa membuat banyak org meninggalkan tanggung jawab profesinya utk merebut jabatan politik, bahkan menghalalkan segala cara utk meraih kekuasaan.

Dorongan selera pasar dan ambisi perseorangan itu juga hrs dibayar mahal dgn mengorbankan kemandirian dan kedaulatan negara. Dalam situasi spt itu, mental tak mampu menunjukkan kepemimpinannya, terpojok oleh warisan sejarah perbudakan mental serta cengkeraman selera dan ambisi.

Politik tanpa kepemimpinan mental yg sehat tak memiliki landasan perwujudan kebajikan dan kemenangan bersama. Karena kemenangan bersama hanya bisa dicapai jika tata nilai, tata kelola dan tata sejahtera dikembangkan secara merdeka, rasional, berintegritas berdaulat dan bertanggung jawab.

Ibadah puasa harus menjadi momen introspeksi dan pelatihan diri utk membebaskan diri dari perbudakan mental dan mental korup sebagai syarat pencapaian kemenangan sejati.

https://www.instagram.com/reel/C4hGM91y5nW/?igsh=MWthdjl4MjF0bmtsag==

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement