REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Abdul Muiz Ali menerangkan terkait hakikat ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Menurut ulama yang akrab disapa Kiai AMA ini, hakikat pengertian puasa tidak saja mampu menahan diri dari makan, minum atau berhubungan intim (suami-istri) di siang hari saat Ramadhan (jimak).
Lebih dari itu, lanjutnya, pengertian puasa adalah menahan diri dari segala perbuatan dan ucapan yang diharamkan.
"Pada arti ini, penting bagi orang saat sedang berpuasa, untuk tidak saja mampu menahan haus dan lapar, tapi juga mampu menahan mulut, mata, telinga, tangan, dan anggota tubuh lainnya dari perbuatan yang dapat mengurangi atau menghilangkan pahala puasa," kata Kiai AMA, dilansir dari laman resmi MUI di Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Kiai AMA mengungkapkan, dalam sebuah Hadist, disebutkan banyak orang yang berpuasa, namun, hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga.
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR ath-Thabarani)
BACA JUGA: Mengapa Malaysia, Singapura, dan Brunei Puasa Besok Meski Dekat dengan RI? Ini Kata Menag
"Hadits di atas sebagai warning agar puasa kita tidak sia-sia tidak berpahala," tegasnya. Hal ini sebagaimana dikuatkan dalam hadits lainnya:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ الصِّيَامُ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ، الصِّييَامُ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum saja, puasa adalah menahan diri dari perkataan sia-sia dan keji.’ (HR Baihaqi dan Al-Hakim).
