REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor bangunan bertanggung jawab atas 40 persen pengeluaran emisi karbon global, di mana emisi karbon tersebut menjadi salah satu pemicu pemanasan global dan perubahan iklim. Indonesia termasuk di antara negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Di tengah kemelut masalah tersebut, Rima Ginanjar hadir dengan menawarkan konsep zero carbon design pada setiap bangunan yang dirancangnya. Direktur Utama dari firma arsitek Rima Ginanjar Architects (RGA) itu meyakini, desain zero carbon dapat membuat bangunan-bangunan di Indonesia menjadi lebih rendah karbon.
“Saya kira sudah saatnya kita semua melangkah ke arah yang lebih berkelanjutan, termasuk di sektor bangunan. Dan untuk menghadapi tantangan iklim di masa depan, kita tentu perlu memikirkan desain bangunan yang lebih ramah lingkungan dan rendah karbon, sehingga bumi bisa layak dihuni di masa mendatang,” kata Rima saat diwawancarai Republika di kantor Rima Ginanjar Architects, Menara 165, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Rima menjelaskan bahwa zero carbon design berfokus pada upaya-upaya untuk mendekarbonisasi atau menurunkan emisi karbon yang dihasilkan bangunan. Adapun prinsip-prinsip zero carbo design di antaranya efisiensi energi, pemanfaatan energi terbarukan, desain yang inovatif dan sesuai kebutuhan, hingga terlibat dalam carbon offset.
“Ini yang membedakan zero carbon dengan green architecture. Jadi kalau semisal efisiensi energi, energi terbarukan, dan lainnya sudah diimplementasikan, tapi bangunan ternyata masih melepaskan karbon, kita bisa di carbon offset kan. Untuk hal ini, firma kami juga sudah memiliki beberapa mitra,” kata Rima.
Selama hampir 4 tahun berkarier, Rima menghadapi berbagai tantangan termasuk keterbatasan material terbarukan hingga kesadaran yang masih rendah terkait desain zero carbon. Namun melalui berbagai platform, terutama media sosial, ia gencar mengedukasi publik terkait desain zero karbon dan keunggulannya.
Ia pun mengungkapkan bahwa desain zero carbon tidak serta-merta harus seluruhnya (100 persen) tidak melepaskan karbon sama sekali. Selain karena sulit diwujudkan saat ini, anggaran pun kerap menjadi kendala utama.
“Jadi aku selalu bilang yang penting mulai dulu. Mau mulai dari menghitung karbonnya berapa, atau mulai dari efisiensi energi, itu enggak apa-apa. Dari pada kita enggak mulai sama sekali,” kata Rima.
Rima mencontohkan salah satu kliennya yaitu RSUD Bekasi, di mana ia dipercaya untuk merancang interior desain rumah sakit agar bisa lebih ramah lingkungan dan rendah karbon. Karena keterbatasan anggaran, pada akhirnya hanya beberapa prinsip zero carbon yang bisa diimplementasikan yaitu efisiensi energi dan ketahanan air.
“Efisiensi energi di RSUD Bekasi kami lakukan denganmengganti lampu jadi LED, itu bisa menghemat hingga 90 persen energi dari lampu biasa. Terus dari sisi tata ruangnya biar lebih efisien kami bikin jadi lebih open space, termasuk memastikan bagaimana keran-keran air itu tidak boros air,” kata dia.
Dengan mengubah hal-hal tersebut, kata Rima, emisi karbon di RSUD Bekasi bisa jauh lebih menurun dari sebelumnya. “Zero carbon itu sebuah journey, dan ini adalah langkah awal. Next step, kita bisa terus mengembangkan dan mengimplementasikan prinsip zero carbon yang lainnya,” kata Rima.