Penggembala itu berujar, “Lalu apa yang harus kukatakan kepada Allah?” Umar pun menangis. Kemudian ia temui tuan si budak tersebut, dan ia beli budak itu dari tuannya. Kemudia Umar membebaskan budak tersebut, seraya berkata, “Kata-katamu itu yang membebaskanmu di dunia ini (dari perbudakan), dan aku berharap kata-katamu itu juga akan membebaskanmu (dari siksa neraka) di Akhirat kelak.”
Jika saat lampu lalu lintas merah menyala saya hentikan laju kendaraan agar saya tidak ditilang polisi, atau supaya tidak terekam oleh kamera ETLE, atau karena takut bertabrakan dengan kendaraan dari arah lawan, itulah moral prosedural.
Namun, saat lampu lalu lintas merah menyala, dan dengan penuh kesadaran saya hentikan laju kendaraan saya, tanpa perlu peduli apakah ada polisi atau CCTV ETLE, juga tanpa perlu melihat adakah kendaraan yang melaju dari arah lawan, itulah moral substansial.
Anda bermoral secara prosedural, ketika misalnya Anda tidak melakukan korupsi karena takut ketahuan dan ditangkap oleh KPK. Bisa jadi akan lain ceritanya jika menurut penilaian Anda potensi ketahun dan tertangkap itu tidak ada.
Namun, jika kesempatan untuk korupsi terbuka lebar dan Anda yakin tidak akan ketahuan dan ditangkap oleh KPK tapi Anda tetap tidak mau melakukan korupsi, Anda bermoral secara substansial.
Moral substansial semacam ini dapat terintegrasi di dalam diri seorang hamba jika ia yakin sepenuhnya terhadap murâqabah atau pengawasan Allah SWT. Dan puasa mendidik kita secara intensif untuk sadar tentang pengawasan-Nya itu.