Senin 25 Mar 2024 14:48 WIB

Kualitas Udara di Eropa Membaik, Ini Catatan dari Peneliti

Kualitas udara di Eropa membaik dalam 20 tahun terakhir.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Sejumlah warga duduk sambil menikmati makanan ringan di tangga gereja Ara Coeli di Roma, Italia.
Foto: AP/Gregorio Borgia
Sejumlah warga duduk sambil menikmati makanan ringan di tangga gereja Ara Coeli di Roma, Italia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian terbaru mengungkap bahwa kualitas udara di Eropa telah membaik selama 20 tahun terakhir. Meskipun demikian, sebagian besar penduduk Eropa masih tinggal di daerah yang melebihi tingkat yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Sebuah tim yang dipimpin oleh Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) telah menghitung tingkat polusi harian di lebih dari 1.400 wilayah di 35 negara Eropa -sebuah wilayah yang berpenduduk sekitar 543 juta orang- antara tahun 2003 dan 2019.

Baca Juga

Secara keseluruhan, tingkat partikulat tersuspensi (PM2.5 dan PM10) dan nitrogen dioksida (NO2) telah menurun di sebagian besar wilayah Eropa selama dua dekade terakhir. Polusi partikulat besar (PM10) dan nitrogen dioksida (NO2) mengalami penurunan paling besar dengan peningkatan signifikan pada kualitas udara Eropa setelah penurunan tersebut.

Para peneliti mengatakan bahwa meskipun kualitas udara membaik, banyak orang masih mengalami polusi udara di atas tingkat yang direkomendasikan WHO. Studi ini menemukan bahwa 98 persen orang Eropa masih tinggal di daerah dengan tingkat PM2.5 yang tidak sehat. Lebih dari 250 ribu kematian dini per tahun di Uni Eropa terkait dengan polusi partikel halus ini, yang dikaitkan dengan penyakit jantung, stroke, dan diabetes.

Meskipun kematian yang terkait dengan partikel halus turun 41 persen antara 2005 dan 2021, Badan Lingkungan Eropa (EEA) mengatakan bahwa negara-negara anggota perlu melanjutkan upaya untuk mengurangi tingkat kematian lebih lanjut.

80 persen orang Eropa tinggal di daerah dengan tingkat PM10 yang tidak sehat dan sekitar 86 persen tinggal di daerah dengan tingkat NO2 yang tidak sehat. Di Eropa bagian selatan, tingkat ozon meningkat sebesar 0,58 persen - tetapi menurun atau tidak memiliki tren tertentu di bagian benua lainnya.

"Upaya yang ditargetkan diperlukan untuk mengatasi tingkat PM2.5 dan ozon serta hari tidak bersih yang terkait, terutama dalam konteks ancaman yang meningkat dengan cepat dari perubahan iklim di Eropa," kata Zhao-Yue Chen, peneliti ISGlobal dan penulis utama studi tersebut, seperti dilansir Euro News, Senin (25/3/2024).

Tingkat polusi partikulat (PM2.5 dan PM10) paling tinggi di Italia utara dan Eropa timur. Italia utara, bersama dengan beberapa daerah di Eropa barat, seperti di selatan Inggris, Belgia, dan Belanda, juga memiliki tingkat NO2 yang tinggi.

Penurunan tingkat PM2.5 dan PM10 yang paling signifikan ditemukan di Eropa tengah, sedangkan untuk NO2 ditemukan di daerah perkotaan di Eropa barat.

Para peneliti mengatakan bahwa perubahan iklim dan polusi udara saling mempengaruhi satu sama lain. Suhu yang lebih hangat dan sinar matahari yang lebih kuat meningkatkan pembentukan ozon melalui reaksi kimia. Tingkat ozon yang lebih tinggi kemudian mempercepat proses yang membentuk partikel PM2.5 baru.

Perubahan iklim juga meningkatkan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan yang berkontribusi terhadap peningkatan kadar PM2.5 dan ozon.

"Interaksi yang kompleks ini menciptakan lingkaran yang berbahaya, menyoroti kebutuhan mendesak untuk mengatasi perubahan iklim dan polusi udara secara bersamaan," kata Joan Ballester Claramunt, peneliti ISGlobal dan penulis senior studi tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement