REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak dicantumkannya pengurangan konsumsi daging dalam usulan peta jalan PBB untuk mengatasi krisis iklim dan mengakhiri kelaparan merupakan hal yang membingungkan, demikian menurut para pakar. Mereka juga mengkritik laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) yang mengabaikan potensi protein nabati untuk mengurangi dampak peternakan terhadap lingkungan.
Dalam sebuah makalah tanggapan yang dipublikasikan di jurnal Nature Food, para ahli mengatakan bahwa kegagalan FAO untuk memasukkan metodologi tentang bagaimana 120 aksi iklim yang didukungnya dipilih, atau daftar penelitian, adalah hal mengkhawatirkan dan mengejutkan.
“Ini sangat mengejutkan: FAO tidak memasukkan salah satu intervensi paling jelas yang akan membantu memenuhi target lingkungan dan kesehatan,” kata Cleo Verkuijl, dari Stockholm Environment Institute AS dan salah satu dari delapan penulis makalah dari lembaga akademis di AS. Amerika, Belanda, dan Brazil.
“Yang juga sangat mengejutkan adalah fakta bahwa FAO sepenuhnya menolak protein alternatif. Padahal protein alternatif telah terbukti memiliki dampak lingkungan yang jauh lebih kecil dibandingkan daging konvensional, namun FAO mengklaim, tanpa memberikan bukti, bahwa daging nabati memiliki nutrisi yang rendah,” tambah para ahli, dilansir The Guardian, Rabu (20/3/2024).
Mereka menyerukan agar peta jalan berikutnya lebih transparan sehingga rekomendasinya dapat dinilai berdasarkan penelitian ilmiah yang menemukan bahwa mengurangi konsumsi daging di negara-negara kaya akan bermanfaat bagi iklim dan kesehatan manusia.
Sementara itu, FAO menilai makalah para ahli tersebut tidak memberikan penilaian yang tepat terhadap laporan dan gagasannya. Pada bulan Oktober, The Guardian mengungkapkan klaim yang dibuat oleh mantan pejabat FAO bahwa kepemimpinannya menyensor dan meremehkan para ahli ketika mereka menyoroti bagaimana metana dari peternakan merupakan kontributor utama pemanasan global.
Para ilmuwan telah menunjukkan bahwa target iklim internasional yaitu 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, tidak dapat dicapai tanpa adanya perubahan besar dalam produksi pangan. Peternakan menghasilkan 12 hingga 20 persen total emisi gas rumah kaca global dan menggunakan 83 persen lahan pertanian untuk menghasilkan 18 persen kalori.
Peta jalan FAO diterbitkan pada KTT iklim COP28 pada bulan Desember, dan menerima bahwa pola makan harus diubah demi kesehatan manusia dan planet. Namun, dalam 120 aksi iklim PBB tidak termasuk pengurangan konsumsi daging dan susu di negara-negara di mana sebagian besar masyarakatnya sudah mengonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak sehat. Sebaliknya, sebagian besar rekomendasi FAO adalah mengintensifkan efisiensi teknik peternakan.
Padahal dalam sebuah laporan Program Lingkungan PBB (UNEP), yang dipublikasikan pada bulan Desember, juga disebutkan bahwa alternatif produk hewani seperti daging dan susu dapat berkontribusi secara signifikan mengurangi jejak lingkungan dari sistem pangan global saat ini.