Ketika CBC berkunjung, ada empat panci besar berisi sup sayuran yang mendidih di dapur rubanah yang sempit dan panas. Aroma kayu manis, mint, dan ketumbar menyeruak. Empat panci besar lainnya diisi kentang dan buncis, untuk disajikan bersama ratusan potong ayam goreng yang sudah disiapkan.
Di salah satu sudut, para relawan menyiapkan ratusan roti gulung yang disebut boureks yang terbuat dari daging giling, keju, dan peterseli untuk disantap bersama sup. Di sudut lain, empat relawan lainnya sedang mengupas kentang dan memotong bawang. Di ruang makan di lantai atas, ratusan salad dikemas dalam wadah plastik, sementara seorang sukarelawan membongkar kurma segar yang diimpor dari Aljazair.
Zemouri muncul pada pukul 07.00 setiap hari untuk mulai memasak bersama relawan shift pertamanya. Menjelang sore, semakin banyak relawan yang datang untuk mulai mengemas makanan. Ini adalah waktu favorit Zemouri.
Meskipun para relawan kelelahan karena semuanya berpuasa dan telah bekerja keras selama berjam-jam, suasananya tetap meriah. "Kami tertawa. Kami menari. Kami bernyanyi. Tuhan memberi kami kekuatan. Sungguh luar biasa," kata Zemouri.
Zemouri pulang ke rumah untuk makan malam bersama keluarganya, tapi kemudian dia kembali ke restoran saat kru sukarelawan shift ketiga tiba untuk mulai menyiapkan bahan-bahan untuk hari berikutnya. Dia pulang ke rumah sekitar pukul 03.00 untuk tidur beberapa jam sebelum memulai dari awal lagi.
"Sering kali ketika saya lelah, saya berdiri di depan jendela dan memperhatikan orang-orang yang datang untuk mengambil makanan ini. Itu memberi saya kekuatan untuk hari berikutnya, untuk berbuat lebih banyak lagi," katanya.