REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Sampai sekarang, Idul Fitri sudah menjadi perayaan tahunan umat Islam selama 14 abad.
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan Anas bin Malik RA, hari raya tersebut mulai diselenggarakan kaum Muslimin pada masamasa permulaan hijrahnya Rasulullah SAW dan para sahabat dari Makkah ke Madinah.
Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, beliau mendapati penduduk jahiliyah di negeri itu merayakan dua hari tertentu setiap tahunnya—yang disebut Nairuz dan Mahrajan.
Nabi SAW pun bertanya kepada mereka mengenai tradisi perayaan tersebut. Penduduk Madinah lalu menjelaskan, dua hari raya itu menjadi ke sem patan bagi mereka untuk menghibur diri dengan berbagai macam bentuk kesenangan dan pesta pora.
Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Allah SWT telah mengganti dua hari raya mereka itu dengan dua hari yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.”
Hadits tersebut dapat ditemukan dalam dua kitab Imam an-Nasai, yakni Sunan al-Kubra (1:542) dan Sunan al-Sughra (3:199).
Idul Fitri pertama dalam sejarah Islam diselenggarakan pada 624 Masehi (2 Hijriyah), beberapa hari setelah kemenangan kaum Muslimin dalam Perang Badar. Dengan begitu, pada tahun itu Rasulullah SAW dan para sahabat merayakan dua kemenangan.
Yaitu, keberhasilan mengalahkan kaum kafir Makkah dalam Perang Badar dan menaklukkan hawa nafsu setelah sebulan penuh berpuasa Ramadhan.
Menurut satu riwayat, Nabi SAW dan para sahabat menunaikan shalat Id pertama mereka dengan kondisi lukaluka yang masih belum pulih akibat perang. Bahkan, ketika menyampaikan khutbah Id perdananya, Rasulullah SAW pun terpaksa bersandar pada tubuh sahabat Bilal bin Rabah RA karena lemahnya tubuh beliau pada waktu itu.
Pada saat merayakan Idul Fitri untuk pertama kalinya, Nabi SAW dan kaum Muslimin menggelar sholat Idul Fitri di lapangan terbuka. Amalan tersebut terus dipertahankan oleh mayoritas masyarakat di dunia Islam sampai hari ini. Sepeninggalnya Rasulullah SAW, berbagai sunah yang berhubungan dengan Idul Fitri dilanjutkan oleh generasi sahabat pada era Khulafa ar-Rasyidin. Termasuk di antaranya mendahulukan shalat Id sebelum berkhotbah.
"Aku menghadiri shalat Id bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar, dan Utsman RA. Mereka semua melakukan sha lat Id sebelum berkhotbah," kata Ibnu Abbas RA seperti dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari (962), Muslim (884), dan Ahmad (1/331, 3461).
Akan tetapi, perubahan sempat terjadi pada zaman Dinasti Umayyah. Syekh Waliyullah ad-Dahlawi mengungkapkan, ketika Marwan ibn Hakam (623–685 M) masih menjabat sebagai amir Madinah, ia mendahulukan khotbah sebelum shalat Id. Keputusan khalifah keempat Umayyah tersebut menimbulkan perdebatan di kalangan umat Islam pada masa itu.
Imam Tirmidzi mengatakan, ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi SAW melaksanakan shalat Id sebelum khotbah pada dua hari raya. "Sementara, orang yang pertama kali berkhutbah sebelum shalat Id adalah Marwan bin Hakam," kata ulama hadis yang hidup antara 824–892 M itu.
Tidak banyak literatur yang menyingkap soal perkembangan tradisi perayaan Idul Fitri selama periode Umayyah. Akan tetapi, seperti yang berlaku di tengah-tengah masyarakat Arab sejak dulu, perayaan Idul Adha biasanya selalu lebih ramai dibandingkan Idul Fitri.