Senin 15 Apr 2024 17:30 WIB

Konflik Iran-Israel Potensial Perparah Defisit Transaksi Berjalan RI

Dalam dua tahun terakhir surplus neraca perdagangan tercatat semakin mengecil.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, Bambang Brodjonegoro.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, Bambang Brodjonegoro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom sekaligus Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019 -2021 Bambang Brodjonegoro memprediksi konflik Iran-Israel yang baru-baru ini kembali memanas berpotensi memperparah defisit transaksi berjalan (current account deficit) Indonesia.

Bambang menilai kekhawatiran tersebut muncul, karena keseimbangan eksternal ekonomi Indonesia yang semakin perlu diwaspadai.

Baca Juga

"Neraca perdagangan kita selalu surplus untuk dua tahun lebih, tapi saya lihat angkanya makin lama makin kecil. Ini sebenarnya sudah mulai lampu kuning,” kata Bambang dalam diskusi 'Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI' yang digelar Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter secara virtual, di Jakarta, Senin (15/4/2024).

Menurut Bambang, dalam dua tahun terakhir surplus neraca perdagangan tercatat semakin mengecil hingga mencapai di bawah 1 juta dolar AS. Kondisi ini akan menjadi kritis, karena diperparah oleh meningkatnya eskalasi konflik di Timur Tengah.

Imbas dari serangan Iran ke Israel pada Sabtu malam (13/4/2024), menurut dia, selain harga komoditas global yang akan semakin naik tajam, distribusi rantai pasok komoditas juga akan terganggu.

“Terutama yang melalui Laut Merah dan Selat Hormuz,” ujarnya

Bambang juga menyatakan neraca berjalan Indonesia juga terganggu akibat tingkat suku bunga yang tinggi dan tertahan membuat permintaan global menjadi melemah.

“Jadi, ekspor kita entah yang manufaktur maupun komoditas, dua-duanya tidak punya prospek bagus meskipun ada pelemahan rupiah,” ujar Bambang.

Pelemahan rupiah, kata Bambang, biasanya dapat berguna untuk menjangkau ekspor.

Namun masalah muncul ketika ekspor masih didominasi produk komoditas. Padahal, era ledakan komoditas atau commodity booming telah berakhir sejak tahun lalu. Di sektor jasa, kata Bambang lagi, tantangan lebih berat muncul. Sebab, salah satu defisit yang muncul yaitu freight atau shipping.

“Dengan melemahnya rupiah terhadap dolar AS, ditambah kemungkinan terganggunya jalur distribusi Terusan Suez, Laut Merah, Selat Hormuz, termasuk Samudra Hindia, maka saya khawatirkan justru current account deficit kita bisa melebar,” katanya lagi.

Adapun kondisi global saat ini tengah berhadapan dengan ketegangan konflik antara Iran dengan Israel.

Konflik terbaru antara Iran dan Israel dipicu oleh serangan terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April lalu. Iran kemudian melancarkan serangan balasan dengan menembakkan puluhan rudal balistik dan ratusan pesawat nirawak (drone) ke Israel pada Sabtu (13/4/2024) malam.

Serangan tersebut, menurut Israel, berhasil digagalkan dan hanya mengenai sebuah pangkalan udara militer di Israel, tetapi tidak menimbulkan kerusakan serius. Atas kondisi tersebut, Indonesia menyatakan keprihatinan atas eskalasi situasi keamanan di Timur Tengah dan menyerukan agar Iran dan Israel menahan diri.

“Indonesia mendesak Dewan Keamanan PBB segera bertindak untuk menurunkan ketegangan dan terus berupaya menciptakan perdamaian di Timur Tengah,” kata Kementerian Luar Negeri RI melalui media sosial X pada Ahad (14/4/2024) malam.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement