REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Ebrahim Raisi mendiskusikan situasi Timur Tengah pascaserangan Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah, 1 April lalu. Pembicaraan telepon terjadi berdasarkan inisiatif dari Iran, menurut Kremlin, Selasa (16/4/2024).
"Situasi yang memburuk di Timur Tengah setelah serangan udara Israel terhadap misi diplomatik Iran di Damaskus dan tindakan pembalasan yang diambil Iran dibahas secara rinci," kata Kremlin dalam pernyataannya.
Putin menyatakan harapannya agar semua pihak di Timur Tengah menahan diri dan tidak membiarkan terjadinya babak konfrontasi baru, menurut Kremlin. Sebaliknya, Raisi mencatat bahwa tindakan Iran bersifat terpaksa dan terbatas.
"Pada saat yang sama, dia menekankan ketidaktertarikan Teheran dalam peningkatan ketegangan lebih lanjut," kata Kremlin.
Pada Sabtu lalu (13/4), Iran menembakkan lebih dari 300 drone dan rudal ke arah Israel, sebagai balasan atas serangan Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah. Serangan Israel itu menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran.
Namun, Israel menyebut hampir seluruh drone dan rudal balistik Iran berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Israel dan sekutunya, yakni Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. Israel mengeklaim serangan itu hanya mengenai salah satu pangkalan udara militernya, tetapi tidak menimbulkan kerusakan serius.