REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) Suharto bakal mencalon diri sebagai wakil ketua MA. Sayangnya, hakim agung tersebut memiliki rekam jejak menganulir vonis terpidana pembunuhan berencana, yaitu eks Kadiv Propam Ferdy Sambo dari hukuman mati menjadi seumur hidup.
Pakar Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah Castro menilai Suharto seharusnya dikeluarkan dari proses pencalonan seleksi pimpinan MA. Hal ini demi menjaga kehormatan lembaga peradilan tertinggi itu. "Kalau rekam jejaknya buruk, mestinya di-kick saja dari proses pencalonan. Itu untuk menjaga muruah MA," kata Castro di Jakarta, Sabtu (20/4/2024).
Dalam perjalanan kasus Sambo, perkara yang bergulir sejak Oktober 2022 itu telah menjadi perhatian publik. Putusan majelis hakim MA, salah satunya hakim agung Suharto justru membuat keluarga korban yaitu Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat kecewa.
"Salah satu ukuran rekam jejak itu tidak melakukan putusan-putusan kontroversial yang menyerang rasa keadilan publik," ucap peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Unmul tersebut,
Castro menyebut, fenomena diskon putusan kasasi oleh MA, merupakan dampak dari revisi Undang-Undang (UU) KPK tahun 2019. Menurut dia, MA butuh reformasi kelembagaan secara total, pembenahan dari hulu ke hilir, termasuk memastikan proses seleksi hakim berjalan baik dengan standar etik yang tinggi.
"Desain pengawasan juga mesti dibenahi, di mana MA mesti membuka ruang yang cukup bagi publik untuk turut mengawasi hakim-hakim MA," ucap Castro dalam siaran pers.