Ahad 21 Apr 2024 19:50 WIB

KKI Warsi Libatkan Masyarakat Kurangi Emisi Karbon Lewat Jaga Hutan

Perhutanan sosial menjadi skema yang digunakan untuk melibatkan masyarakat.

Kelompok Usaha Perhutanan Sosial menyiapkan jerigen untuk budidaya kepiting bakau di Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (27/10/2023).
Foto: Antara/Budi Candra Setya
Kelompok Usaha Perhutanan Sosial menyiapkan jerigen untuk budidaya kepiting bakau di Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (27/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi melibatkan masyarakat dalam upaya mengurangi emisi karbon dengan menjaga hutan, dimana salah satu skemanya adalah perhutanan sosial.

Koordinator Program KKI Warsi, Ade Chandra, mengatakan, perhutanan sosial menjadi skema yang digunakan untuk melibatkan masyarakat. Program itu memberikan peluang bagi masyarakat mendapatkan berbagai pendanaan atas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan.

Baca Juga

"Jadi, hutan-hutan itu dikelola masyarakat, dan harapannya hutan dikelola dengan baik serta ada peluang pembayaran berbasis kinerja result based payment (RBP). Maksudnya, ada insentif kepada kelompok yang mengelola hutan secara baik. Saat hutan dikelola oleh masyarakat, hutan akan tumbuh, dan emisi karbon akan berkurang," kata Ade menjelaskan.

KKI Warsi Jambi sampai saat ini mendampingi izin perhutanan sosial dengan luas berkisar 130.000 hektare. Lokasinya tersebar di Kabupaten Kerinci, Merangin, Bungo, Sarolangun, Batanghari, Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat, dimana masyarakat di berbagai daerah itu menjaga hutan dengan kearifan lokal.

"Kelompok masyarakat yang memegang izin perhutanan sosial itu akan disertifikasi. Ada sertifikasi nasional dan sertifikasi dari luar, yaitu Plan Vivo dan nantinya dipersiapkan juga bagaimana mereka bisa mempertahankan hutannya, serta kita hitung karbonnya dan dari situlah masyarakat mendapatkan insentif," kata dia.

KKI Warsi saat ini mempunyai program Pohon Asuh. Melalui program ini masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dapat berkontribusi dengan berdonasi Rp 200 ribu untuk menanam sebatang pohon di hutan. Selama setahun pohonnya akan dijaga masyarakat yang tinggal dekat hutan.

"Donasi itu digunakan untuk menjaga pohon itu serta hutan agar tidak dirusak," kata Ade.

Sejauh ini, ada 19 hutan yang menjadi lokasi program pohon asuh. Yakni di Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Kalimantan Utara, diantaranya ada hutan adat, skema menjaga hutan dengan melibatkan masyarakat.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement