REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, dalil-dalil yang dikemukakan pasangan Anies-Muhaimin agar majelis hakim mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran tidak beralasan menurut hukum. Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan putusan atas perkara sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan Anies-Muhaimin.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, pemohon Anies-Muhaimin mendalilkan bahwa KPU tidak netral dalam memverifikasi pencalonan Gibran Rakabuming Raka. Namun, majelis hakim menilai bahwa perubahan peraturan KPU terkait syarat batas usia minimum capres-cawapres sudah sesuai dengan Putusan MK Nomor 90.
"Syarat ini diberlakukan kepada seluruh bakal calon dalam Pemilu Preisden dan Wakil Presiden 2024, sehingga tidak terbukti adanya dugaan keberpihakan termohon (KPU) terhadap pihak terkait (Prabowo-Gibran) dalam proses penetapan pasnagan calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024," kata Arief membacakan pertimbangan putusan MK di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).
Majelis hakim juga menilai bahwa dalil Presiden Jokowi melakukan intervensi untuk mengubah syarat pasangan capres-cawapres tidak beralasan menurut hukum. Arief mengatakan, Majelis Kehormatan MK (MKMK) memang menyatakan bahwa ada pelanggaran etik dalam pengambilan putusan MK Nomor 90, tapi itu bukan berarti ada intervensi Presiden Jokowi.
"Putusan MK Nomor 90 tidak serta merta menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power Presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut," ujar Arief.
Arief mengatakan, kedua dalil tersebut yang dijadikan landasan bagi Anies-Muhaimin meminta majelis mendiskualifikasi Prabowo-Gibran. Namun, majelis menilai kedua dalil tersebut tidak beralasan.
"Dalil pemohon yang menyatakan terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil pemohon (Anies-Muhaimin) mengenai dugaan adanya ketidaknetralan termohon (KPU) dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 2 (Prabowo-Gibran), sehingga dijadikan dasar bagi pemohon untuk memohon Mahkamah membatalkan (mendiskualifiakasi) pihak terkait (Prabowo-Gibran) sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, adalah tidak beralasan menurut hukum," kata Arief.