REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Lebanon menerima yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk memproses pelanggaran hak asasi di Lebanon sejak Oktober 2023. Lembaga nonprofit Human Watch Right mengatakan langkah ini adalah "langkah penting" untuk mengadili kejahatan perang.
Lebanon berulang kali menuduh Israel melanggar kedaulatan dan hukum internasional selama enam bulan terakhir. Selama baku tembak antara militer Israel dengan kelompok Hizbullah di perbatasan selatan Lebanon-Israel. Bentrokan ini terjadi berparalel dengan perang Israel di Gaza.
Baku tembak lintas batas suda membunuh setidaknya 70 warga sipil termasuk anak-anak, tim penyelamat dan jurnalis. Termasuk jurnalis visual Reuters, Issam Abdallah yang tewas dalam serangan tank Israel pada 13 Oktober lalu. Pada Jumat (26/4/2024) lalu kabinet sementara Lebanon menginstruksikan kementerian luar negeri untuk mengajukan deklarasi untuk menerima yuridiksi ICC dalam menyelidiki dan memproses hukum kejahatan yang terjadi di wilayah Lebanon sejak 7 Oktober 2023.
Kabinet juga menginstruksikan kementerian luar negeri memasukan laporan yang disiapkan Organisasi Penelitian Ilmiah Terapan Belanda (TNO) mengenai keluhan terhadap Israel pada PBB. Laporan tersebut menyelidiki kematian Abdallah dan dihasilkan dari pemeriksaan pecahan peluru, jaket antipeluru, tripod dan pecahan besi besar serta gambar video dan audio yang dikumpulkan Reuters dari lokasi kejadian.
Baik Lebanon maupun Israel bukan anggota ICC yang berbasis di Den Haag. Tapi mengajukan deklarasi ke pengadilan akan memberi pengadilan yurisdiksi untuk menyelidiki dan memproses hukum-hukum yang relevan dalam periode tertentu.
Ukraina sudah dua kali mengajukan deklarasi serupa yang mengizinkan ICC menyelidiki kejahatan perang Rusia. "Pemerintah Lebanon mengambil langkah penting untuk mendapatkan keadilan atas kejahatan perang di negaranya," kata direktur Timur Tengah dan Afrika Utara di Human Rights Watch Lama Fakih.
Human Rights Watch mendesak menteri luar negeri untuk "secepatnya" meresmikan langkah tersebut dengan mengajukan deklarasi kepada ICC. "Ini adalah pengingat penting bagi mereka yang mengabaikan kewajiban mereka di bawah hukum perang bahwa mereka mungkin menemukan diri mereka di dermaga," kata Fakih.