REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amerika Serikat (AS) menekankan bahwa semua negara memiliki peran dalam menciptakan kerangka normatif perilaku yang bertanggung jawab dalam penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) di bidang militer.
"Semua negara punya peran dalam menciptakan kerangka normatif ini," kata Wakil Asisten Utama Sekretaris Paul Dean dari Biro Pengendalian Senjata, Pencegahan, dan Stabilitas, Kementerian Luar Negeri AS, dalam konferensi pers yang dipantau dari Jakarta, Kamis (2/5/2024).
Dean menyebutkan salah satu bukti atas pentingnya peran tersebut adalah deklarasi politik yang telah disampaikan 54 negara yang telah bergabung untuk mendukung kontribusi konstruktif dari negara mana pun yang siap memainkan peran penting dalam menciptakan kerangka normatif tersebut.
Deklarasi politik tersebut mencerminkan sejumlah aturan dasar perilaku yang mengatur bagaimana negara akan melakukan tinjauan hukum, dan memastikan tidak ada kesenjangan akuntabilitas dalam penggunaan AI di bidang militer.
Aturan dasar tersebut juga untuk memastikan bahwa penerapan kerangka normatif tersebut dirancang dan digunakan sesuai dengan spesifikasi teknis yang ketat dengan desain yang dibuat untuk memastikan perlindungan, dan teknologi tersebut dapat digunakan secara bertanggung jawab.
"Saya kira teknologi ini akan benar-benar merevolusi militer di berbagai aplikasi," katanya.
Lebih lanjut, Dean juga menekankan bahwa penggunaan AI tersebut tidak terbatas di medan perang saja, tetapi teknologi tersebut dapat digunakan militer di seluruh operasi, termasuk dalam hal efisiensi.
Namun demikian, dia menyebut seperti halnya teknologi baru, ada potensi risiko jika teknologi tersebut tidak digunakan secara bertanggung jawab.
Oleh karena itu, deklarasi politik dan aturan-aturan perilakunya ditujukan untuk membimbing negara-negara dalam menggunakan teknologi tersebut secara bertanggung jawab.
Sementara itu, Dean juga menyatakan bahwa AS tetap berkomitmen pada pentingnya penggunaan AI untuk pengendalian dan stabilitas nuklir.
"Namun, kita memerlukan mitra yang bersedia membuat kemajuan dalam masalah ini," katanya.
"Ini bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan oleh satu negara. Ini hasil yang dinegosiasikan, dan stabilitas dalam banyak hal merupakan hasil dari saluran komunikasi yang terbuka, kejelasan doktrin serta batasan yang disepakati bersama dan saling menguntungkan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian pengendalian senjata," katanya.