Jumat 03 May 2024 17:59 WIB

Peneliti: Israel akan Alami Bencana Besar Jika Menyerang Rafah

Penyerbuan zionis Israel ke Rafah dinilai bentuk genosida dan terorisme negara.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Tentara Israel dengan kendaraan militer berkumpul di sebuah posisi di perbatasan selatan Israel dengan Jalur Gaza, dekat kota Rafah, Palestina, 1 Mei 2024.
Foto: EPA-EFE/ATEF SAFADI
Tentara Israel dengan kendaraan militer berkumpul di sebuah posisi di perbatasan selatan Israel dengan Jalur Gaza, dekat kota Rafah, Palestina, 1 Mei 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perang Israel telah mengonfirmasi 7.209 tentara Israel (IDF) telah menderita luka-luka dan menerima perawatan medis sejak dimulainya Operasi Badai Al Aqsa pada 7 Oktober 2023 hingga 18 April 2024.

Informasi ini dikutip dari Kantor Berita Hamas Palestina, Shehab. Bahkan, 30 persen dari tentara IDF yang terluka itu telah menderita masalah psikologis dalam enam bulan terakhir (hingga April 2024).

Baca Juga

Peneliti Center for Strategic Policy Studies (CSPS)-Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) sekaligus Anggota Dewan Pakar Organisation of Islamic Cooperation (OIC) Youth Indonesia Muhammad Ibrahim Hamdani mengatakan fakta tersebut membuktikan penjajahan (pendudukan) rezim zionis Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat melalui Operasi Pedang Besi telah berdampak serius. Bahkan menimbulkan bencana kemanusiaan bagi bangsa dan tentara Israel sendiri.

"Karena itu, rencana Israel untuk menyerang Rafah, wilayah Palestina yang berbatasan langsung dengan Mesir, sekaligus tempat lebih dari 1,5 juta pengungsi Palestina asal Jalur Gaza, berpotensi besar untuk semakin meningkatkan jumlah tentara IDF dan Polisi Israel yang tewas maupun luka-luka," kata Ibrahim kepada Republika, Jumat (3/5/2024)

Ibrahim mengatakan, saat ini saja, lebih dari 606 tentara IDF dan 61 polisi Israel tewas di Jalur Gaza dan Tepi Barat, Palestina. Sebanyak 7.209 IDF mengalami luka-luka dan menerima perawatan medis. Maka, rencana penyerbuan ke Rafah dapat menimbulkan bencana kemanusiaan di Israel dan Palestina.

Ibrahim menjelaskan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu harus berpikir ulang untuk menyerang Rafah. Pemerintah Israel akan mengalami kerugian besar jika meneruskan rencana tersebut.

Apalagi saat ini, Pemerintah Turki di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan telah menghentikan seluruh transaksi perdagangan (ekspor-impor) dengan Pemerintah Israel, sebagai dampak dari memburuknya tragedi kemanusiaan di Palestina.

Volume perdagangan antara Turki dengan Israel...

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement