REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Depok 2024 tengah menghangat dengan bergulirnya kedekatan partai-partai politik di daerah tersebut. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai yang berkuasa selama dua dekade berniat menggandeng sejumlah partai lainnya untuk berkoalisi melanggengkan kejayaan di Depok.
Di antara partai yang digandeng adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kedekatan PKS-PKB didorong dari semangat Koalisi Perubahan dalam Pilpres 2024 yang berlanjut ke Pilkada 2024.
Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Adi Prayitno berpendapat, PKS dan PKB bisa terus melanjutkan hubungan koalisi selama keduanya merasa untung satu sama lain. Termasuk di wilayah Depok yang hingga kini menjadi basis partai Islam.
"PKB dan PKS bakal solid berkoalisi sepanjang kepentingan politik kedua partai ini sama-sama diakomodasi. Tanpa itu semua sulit membayangkan dua partai bakal solid terus," kata Adi saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (4/5/2024).
Terpisah, Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menyampaikan, koalisi PKS dan PKB di Depok berpotensi menguatkan kemenangan calon yang diusung PKS Imam Budi Hartono untuk melanjutkan estafet sebagai Depok 1. Imam Budi diketahui merupakan Ketua PKS Depok sekaligus saat ini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Depok.
Nantinya bisa saja terjadi kolaborasi antara Imam Budi Hartono dengan calon yang diusung PKB. PKB sendiri diketahui memiliki beberapa kandidat, di antaranya yang cukup populer adalah Supian Suri, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok.
Namun, Ujang menekankan kemenangan itu akan bergantung pada figur atau sosok calon wali kota yang diusung nantinya. "Seandainya terealisasi apakah akan memperkuat kemenangan PKS saya rasa tergantung siapa, harus dilihat juga elektabilitas dari Imam seberapa dan lawan politiknya seberapa," ujarnya.
Ujang menuturkan, standar atau parameter kemenangan kepala daerah memiliki banyak variabel, mulai dari akseptabilitas, popularitas, elektabilitas, hingga 'isi tas'. Kemudian variabel lainnya adalah jaringan partai politik.
"Jadi saya melihat apakah PKS-PKB bergabung menambah kemenangan, tergantung seberapa besar elektabilitas calon. Parameter utama dalam konteks kontestasi adalah soal figur, sehingga ukuran menilai kemenangan itu jelas," tegas Ujang.