Senin 06 May 2024 18:55 WIB

P2G: Karena Program Merdeka Belajar, Skor Nadiem Justru Makin Jeblok

P2G sebut karena Program Merdeka Belajar, skor Mendikbud Nadiem justru makin jeblok.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Mendikbudristek Nadiem Makarim saat meluncurkan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional. P2G sebut karena Kurikulum Merdeka, skor Mendikbud Nadiem justru makin jeblok.
Foto: Republika/Ronggo Astungkoro
Mendikbudristek Nadiem Makarim saat meluncurkan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional. P2G sebut karena Kurikulum Merdeka, skor Mendikbud Nadiem justru makin jeblok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak badan legislatif mengevaluasi program Merdeka Belajar. Di mana, sejak era Nadiem Makarim pada 2019 lalu sudah ada 26 episode Merdeka Belajar

"P2G mendesak DPR RI dan DPD RI mengevaluasi program Merdeka Belajar yang sudah lahir sebanyak 26 Episode sejak Nadiem Makarim dilantik 2019 lalu," ucap Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim lewat keterangannya, Senin (6/5/2024).

Baca Juga

Menurut dia, evaluasi total terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan era Nadiem seharusnya juga dilakukan oleh lembaga independen, termasuk organisasi profesi guru. Itu perlu dilakukan agar kelangsungan atau dihentikannya kebijakan ini benar-benar dilakukan secara objektif, berorientasi perbaikan, jujur, dan berbasis data.

"Setelah hampir lima tahun menjabat, perubahan perbaikan fundamental pendidikan dan guru belum banyak terjadi, meskipun sudah 26 jilid merdeka belajar itu episodenya. Contoh hasil PISA kita, sekarang justru skornya makin jeblok, bahkan terendah selama 10 tahun terakhir," kata dia.

Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menyatakan, era Nadiem sangat gemar memproduksi istilah-istilah yang secara esensial masih sebatas jargon atau slogan belaka untuk kepentingan 'branding' programnya. Beberapa di antaranya, yakni Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, Kurikulum Merdeka Platform Merdeka Mengajar (PMM), dan lainnya.

"P2G menilai baru di era Mas Nadiemlah, istilah yang sebenarnya jargon ini mengalami surplus produksi sampai-sampai publik tak paham, tak hapal juga. Apa saja isi 26 Episode Merdeka Belajar itu, apa bedanya Guru Penggerak dengan guru bukan penggerak? Di zaman Mendikbud sebelumnya tidak begini," kata Iman.

P2G juga berharap agar kebijakan seperti Program Guru Penggerak (PGP) yang anggarannya fantastis mencapai Rp 3 triliun pada 2024 dihentikan. Sebab, kata dia, PGP bertentangan dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. PGP bersifat diskriminatif, esklusif, tidak berkeadilan, dan tidak mengedepankan prinsip kesetaraan peluang.

Dia menambahkan, pada era Nadiem juga guru dikotak-kotakkan, dengan beragam label. Ada istilah Guru Penggerak, Guru Konten Kreator, Guru Fasilitator, Guru Komite Pembelajaran, dan lainnya. Ini jelas membuat kastaisasi guru, eksklusivitas, dan menyulut konflik horizontal sesama guru.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement