REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) menuduh Korea Utara (Korut) mengirimkan balon-balon berisi sampah melewati perbatasan yang dijaga ketat antara dua negara. Korsel menggambarkan tindakan Korut menjatuhkan benda-benda yang berisi sampah dan kotoran sebagai tindakan berbahaya.
Unit penjinak bom dan tim tanggap darurat senjata biologi dan kimia dikerahkan untuk memeriksa dan mengumpulkan benda-benda itu. Korsel juga mengeluarkan peringatan pada warga setempat untuk menjauh dari benda-benda tersebut dan melaporkannya ke pihak berwenang bila melihatnya.
Media Korsel mengutip sumber-sumber militer yang mengatakan pada Rabu (29/5/2024), Korsel mendeteksi lebih dari 150 balon, sebagian sudah mendarat sebagian lagi masih terbang di udara. Aktivis-aktivis Korsel kerap menggunakan balon untuk mengirimkan selembaran ke Korut.
Aksi yang biasanya dipimpin pembelot Korut itu mengirimkan selembaran-selembaran berisi pesan-pesan yang mengkritik Pyongyang. Aksi ini juga meningkatkan dua negara Korea. Terdapat insiden Korut menembak jatuh balon-balon aktivis tersebut.
Foto-foto yang dirilis militer Korsel menunjukkan balon-balon yang digelembungkan dengan kantong plastik terbang di udara. Foto-foto lain menunjukkan sampah berserakan di balon yang sudah mendarat, terlihat tulisan "kotoran" di salah satu kantong.
Pada Ahad (25/5/2024) lalu, dilansir laman Reuters, Wakil Menteri Pertahanan Korut mengeluarkan pernyataan yang berjanji untuk melaksanakan "pertahanan diri yang kuat" dan memperingatkan akan mengirim "sampah dan kotoran" ke Korsel sebagai respon pengiriman "benda-benda kotor" ke Korut.
Korut marah dengan balon-balon aktivis Korsel yang berisi informasi mengenai masyarakat demokratis di Korsel. Terkadang balon-balon itu juga membawa USB yang berisi video klip musisi-musisi K-pop.
Sebelumnya pemerintah Korsel berusaha menghentikan aktivis untuk melakukan aksi tersebut. Menurut pemerintah tindakan itu tidak membantu dalam upaya mendorong perdamaian dan membahayakan warga yang tinggal di dekat perbatasan.
Larangan pengiriman balon diterapkan pada tahun 2021 tapi kemudian dicabut Mahkamah Konstitusi Korsel karena dianggap tidak konstitusional. Sebab kebijakan tersebut melanggar kebebasan berbicara.
Dua negara Korea membangun benteng pertahanan di perbatasan masing-masing. Korut rutin mengancam akan menumpas negara tetangganya. Peneliti dari Sejong Institute Peter Ward mengatakan mengirim balon jauh tidak beresiko dibandingkan mengambil langkah militer.
"Ini taktik zona abu-abu yang lebih sulit dibalas dan resiko eskalasi militer yang tak terkendali jauh lebih kecil, bahkan jika taktik tersebut berdampak buruk bagi warga sipil yang pada akhirnya menjadi sasaran,” katanya.