REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia kembali berhasil meraih predikat "Top Muslim Friendly Destination of The Year 2024" dalam Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2024. Di tahun ini, Indonesia juga mendapatkan skor yang baik dalam hal kemudahan masuk dan kualitas infrastruktur pariwisata bagi wisatawan muslim dan non-muslim.
Disebutkan dalam laporan GMTI 2024, sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia membuktikan secara konsisten bersinar GMTI, dengan komitmennya menuju wisata ramah muslim dengan fasilitas dan layanan jasa yang lengkap. Adanya aturan dari Direktorat Jenderal Imigrasi yang mengeluarkan kebijakan visa multiple entry 5 tahun untuk tujuan bisnis dan wisata juga menjadi daya tarik sendiri bagi para wisatawan internasional untuk datang ke Indonesia.
Masih dalam laporan tersebut, Indonesia juga terbukti unggul menciptakan lingkungan wisata yang ramah untuk keluarga, tentunya ini menjadi daya tarik wisatawan yang berlibur dengan keluarga. Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga memiliki berbagai pilihan makanan yang menggugah selera. Tak hanya itu, sebagian besar tempat wisata baik atraksi maupun kuliner selalu menyediakan ruangan untuk salat.
"Musala selalu tersedia di pusat perbelanjaan, atraksi, dan tempat acara. Selain itu, Bandara di Indonesia dilengkapi dengan musala dan layanan makanan halal," tulis laporan tersebut.
Ketua Umum Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) Riyanto Sofyan mengungkapkan, untuk mempertahankan posisi saat ini, Indonesia dalam hal ini pemerintah harus lebih sadar dan terus mendorong para pelaku usaha untuk mengurus sertifikasi halal. Karena, wisatawan pasti akan lebih merasa aman dan nyaman dengan tempat makan yang telah mengantongi sertifikat halal. Namun, hingga kini program Wajib Halal Oktober (WHO) masih belum mencapai target satu juta UMKM, masih ada sekitar 200 ribu kuota yang tersisa.
"Memang di Indonesia ini relatif yang aware terhadap (sertifikat) halal hanya sekitar 19 persen dari masyarakat muslim, seluruh muslim. Banyak yang berpikir karena negara muslim ya sudah pasti halal. Padahal kan tidak bisa dari farm to plate kan, dari pertanian langsung ke piring. Ada proses, air putih saja mesti ada sertifikat halal. Karena penyaringnya kan bisa saja dari karbon aktif yang banyak kan dari tulang dan yang murah tulang babi," ungkap Rianto kepada Republika, akhir pekan lalu.
Ia menambahkan, tantangan lain dalam pengembanganan pariwisata halal di Indonesia adalah kurang optimalnya konektivitas, literasi, tingkat kesadaran dan komitmen para pelaku usaha, ekosistem, serta integrasi dengan sektor-sektor pendukung. Dia pun menyatakan bahwa pemerintah dan para pelaku usaha perlu mengembangkan destinasi, industri, serta kelembagaan atau ekosistem pariwisata yang ada untuk meningkatkan daya saing dan daya tahan usaha yang ramah muslim.
Menurut GMTI, pasar wisata ramah muslim diperkirakan akan meningkat secara signifikan di tahun ini, dengan potensi kedatangan wisatawan internasional secara global mencapai 168 juta orang, melebihi tingkat sebelum pandemi sebesar 5 persen.
Pertumbuhan volume ini menyoroti meningkatnya keunggulan segmen ini, didorong oleh ekspansi demografi dan ekonomi, pengembangan budaya dan pariwisata halal, serta kemajuan teknologi yang memungkinkan pengalaman perjalanan yang lebih personal bagi wisatawan muslim, seperti aplikasi yang menemukan gerai makanan halal, petunjuk arah kiblat dan waktu sholat. Dampak kecerdasan buatan (AI) juga membantu menyesuaikan lebih lanjut pengalaman perjalanan yang ramah muslim.