Sabtu 09 Feb 2019 02:00 WIB

Mengenang Perjalanan Pers Pra-Indonesia Merdeka di Muspen

Karya jurnalistik menjadi penggugah rasa cinta Tanah Air.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Andi Nur Aminah
Medan Prijaji, salah satu surat kabar berbahasa Melayu yang terbit di era prakemerdekaan (ilustrasi)
Foto: twitter
Medan Prijaji, salah satu surat kabar berbahasa Melayu yang terbit di era prakemerdekaan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah perjalanan Pers di Indonesia dimulai jauh hari sebelum negara Indonesia diproklamasikan. Pada pertengahan abad ke 18, Belanda menggunakan media cetak untuk kepentingan iklan produk-produk dari perusahaan Belanda kepada orang-orang Belanda yang berada di Indonesia. Surat kabar tersebut bernama Bataviase Nouvelles, yang terbit pada 8 Agustus 1744 hingga 20 Juni 1746.

Lalu, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan surat kabarnya sendiri dengan nama Bataviasche Koloniale Courant. Koran ini hanya bertahan selama satu tahun. Medua ini terbit perdana pada 15 Januari 1810 dan berakhir pada 18 Januari 1811.

Setelah itu, Bataviasche Courant kembali hidup pada 20 Agustus 1816 digantikan dengan Goverment Gazatte, yang kembali berubah nama menjadi Javasche Courant pada 1828. "Kalau Bataviase Nouvelles kan isinya iklan-iklan saja, kalau yang sudah dipegang pemerintah kolonial itu bentuknya surat kabar walaupun terbitannya oleh dan untuk orang-orang Belanda juga," jelas Kurator Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Rosita Budi Suryaningsih saat ditemui di lokasi, Jumat (8/2).

Pada 25 Januari 1855, di Surakarta terbit surat kabar pertama dalam bahasa Jawa krama inggil, bernama Bromartani. Sementara surat kabar berbahasa Melayu terbit pertama kali pada 1856 bernama Selompret Melajoe yang diterbitkan oleh E Fuhri.