REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab
Beberapa tahun lalu, Inul Darasista sempat menjadi newsmaker. Pasalnya, sejak tampil di dunia showbiz, ia terus jadi pemberitaan media massa. Berbagai peristiwa besar di Tanah Air tidak mengurangi minat masyarakat terhadap si goyang ngebor ini. Pemberitaan tentang penyanyi kelahiran kota santri Pasuruan, Jawa Timur ini makin merebak setelah Rhoma Irama meminta agar Inul mengurangi tarian erotisnya itu.
Sejak Rhoma --dalam rangka amar makruf nahi munkar-- menilai tarian Inul erotis dan mengharamkannya, maka pembelaan terhadap Inul berdatangan. Tidak tanggung-tanggung, mantan presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ikut menggelar jumpa pers mengecam Rhoma. Ratna Sarumpaet dkk dari aktivis wanita bahkan menuduh Rhoma melecehkan perempuan.
Ada yang berpendapat, kalau saja Rhoma -- yang pada 1980-an ia dicekal TVRI karena berani melawan arus ketika jadi juru kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP)-- mau sedikit objektif, mungkin tidak mendapat serangan balik demikian dahsyat. Apalagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah membuat fatwa soal pornografi, antara lain mengharamkan goyangan-goyangan erotis.
Dalam melawan pornografi dan erotisme di televisi yang kian menjadi-jadi, Rhoma seharusnya juga mau menegur artis-artis seangkatannya. Seperti artis yang menggetar-getarkan dadanya yang setengah terbuka, dengan busana terbelah di bagian paha saat muncul di salah satu TV swasta baru-baru ini. Padahal ia sudah bercucu.
Dalam kaitan ini, kita salut pada penyanyi dangdut Cici Paramida, Evie Tamala, Ikke Nurjanah, dan penyanyi dari negeri tetangga, Malaysia, Siti Nurhaliza. Mereka selalu tampil dengan busana sopan. Sementara acara "Dansa yo dansa" di TVRI, yang dinilai menggalakkan kembali budaya Barat, juga pernah mendapat kecaman. Apalagi dalam tayangan itu diselipkan iklan-iklan belajar dansa. Agar acara ini jangan dinilai berbau Barat, sengaja diselingi lagu 'poco-poco' atau 'dangdut'.