JAKARTA -- Tagar #KaburAjaDulu meramaikan media sosial belakangan. Bukan rahasia, Presiden Prabowo Subianto juga salah satu dari mereka-mereka yang pernah “merantau” ke mancanegara. Ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo, sempat mengungkapkan alasan anaknya pergi dari Tanah Air.
Hal itu disampaikan Soemitro pada tahun 2000 menjelang Prabowo memberi kesaksian soal 'keterlibatannya' dalam kerusuhan Mei 1998. Kesaksian pada masyarakat itu, seperti dikatakan Soemitro diwujudkan dengan penerbitan 'buku putih' tentang peristiwa 13 Mei itu.
''Bowo (Prabowo --Red) akan berikan kesaksian dan dia akan mengungkapkan -- menurut versinya -- tentang peristiwa kerusuhan yang sebenarnya terjadi pada waktu lalu,'' kata Pak Cum, panggilan akrab Soemitro, seusai menerima Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di kediamannya di Jakarta Selatan, seperti dilansir Harian Republika pada 10 Maret 2000.
Kesaksian tersebut, menurut dia, penting karena selama ini Prabowo selalu dijadikan kambing hitam jika ada gangguan stabilitas keamanan. Dan, secara pribadi Soemitro mengharapkan tudingan palsu terhadap Prabowo dapat dihilangkan, agar dia dapat hidup tenang dan bisa bermukim di Indonesia.
Soemitro menegaskan, saat itu hikmah Prabowo ke luar negeri agar terhindar dari menjadi kambing hitam. ''Jika ia tetap di sini, lagi-lagi akan dituduh segala rupa. Kerusuhan di Jawa Timur, Ambon, Aceh, dan semua peristiwa yang tidak bisa dijelaskan, akan ditimpakan kepadanya. Ia akan selalu menjadi kambing hitam,'' ujar Soemitro.

Soemitro juga mengatakan pada dasarnya anaknya sangat berkeinginan untuk bermukim tetap di Indonesia. Namun, rencana itu tak akan direalisasikan dalam waktu dekat. Kala itu, sudah hampir dua tahun Prabowo hidup di luar negeri.
Negara yang pertama ditujunya adalah Jordania. Bersamaan dengan itu dia memulai profesi baru sebagai pengusaha. Dan, sejak itu pula dia melanglang buana ke negara-negara Timur Tengah, Amerika, Singapura, Thailand, dan beberapa negara Eropa.
Menurut Soemitro, kepergiannya ke luar negeri itu karena Prabowo merasa terus dipojokkan. Mulai dari dikaitkannya dengan kasus penculikan aktivis, sampai pada dicurigainya dia sebagai orang yang terlibat pada kasus kerusuhan Mei 1998. Setidaknya itu bisa dilihat dari kesimpulan Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk Komnas HAM.
Sekalipun diisukan macam-macam, Soemitro mengaku tetap bangga dengan putranya. Di mata ekonom senior itu, Prabowo adalah satu-satunya jenderal yang berani bertanggung jawab, meski harus mengorbankan harga diri dan kedudukannya. ''Tunjukkan mana ada jenderal seperti dia,'' kata Soemitro.

Soemitro juga menyatakan meski Prabowo dituduh dengan tuduhan-tuduhan palsu, ia masih tetap jujur dan ksatria. ''Coba mana ada jenderal yang berani bertanggung jawab. Paling-paling mereka akan melemparkan tanggung jawab kepada anak buahnya," ujar Soemitro.
Ia juga mengungkapkan Prabowo saat itu beberapa kali pulang ke Tanah Air, terakhir kali beberapa hari sebelum keterangan Soemitro di kediamannya tersebut. Namun demikian, tidak ada misi khusus kedatangannya ke Indonesia. Menurut catatannya, Prabowo pertama kali pulang 2 Januari 2000. Setelah beberapa hari di Indonesia, dia balik lagi ke luar negeri.
Jejak sang Ayah...