REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab
Istana Negara yang pada masa Belanda bernama Riswijk Palace, karena terletak di Risjwijk (kini Jalan Veteran), sudah bersambung dengan dua gedung megah peninggalan abad ke-19. Kedua gedung yang dihancurkan di kiri kanan Istana dan kini menyatu dengan tempat kegiatan kenegaraan adalah gedung Harmonie Club di bagian kiri dan Hotel der Nederlander di bagian kanan.
Gedung Harmoni yang dibongkar pada 1985 dibangun seorang anemer Melayu, Abdul Hamid. Dia mengalahkan tiga anemer Cina yang paling laku ketika itu.
Ketika dibongkar dan kini menjadi bagian dari gedung Sekretariat Negara, dia bertahan selama hampir 200 tahun. Di depan Harmoni Club dan sampai kini masih kita dapati pada pagar jembatan di kanal Ciliwung patung Hermes (Yunani) atau Dewa Mercurius (Latin) yang diletakkan pada 1930-an.
Belanda meletakkan patung tersebut di jembatan yang menghubungkan Rijswijk dan Noordwij (kini Jalan Juanda), karena kedua wilayah ini bersama Molenmvliet (kini Jalan Majapahit) merupakan pusat bisnis di Batavia. Di tempat terakhir ini, sebuah hotel mewah Des Indes juga dihancurkan dan dijadikan Pertokoan Duta Merlin dan kini Carefour.
Pada 1960-an, Hotel der Nederlanden oleh Bung Karno dijadikan sebagai Markas Tjakrabirawa, pasukan khusus untuk mengawal presiden dan keluarganya. Tjakrabirawa terdiri atas pasukan-pasukan khusus yang diambil dari keempat angkatan.
Korps polisi kala itu termasuk dari Angkatan Kepolisian. Setelah Bung Karno dijatuhkan, Cakrabirawa dibubarkan dan pengamanan kepala negara diambil alih polisi militer.
Sebelum menjadi Hotel der Nederlanden (1840), gedung mewah ini merupakan kediaman Sir Stamford Raffles (1781-1826), yang menjadi penguasa Inggris di Hindia Belanda (1811-1816). Dia menjadikan Rijswijk dan Noordwsijk sebagai kawasan Eropa dengan menggusur tempat pemakaman umum (TPU), rumah penduduk, dan toko milik Cina. Kediaman Raffles itu oleh Pak Harto dijadikan sebagai Bina Graha.
Saat menjadi presiden, Pak Harto lebih senang bekerja di Bina Graha. Tapi, Presiden Megawati enggan bekerja di Bina Graha karena bising akibat lalu lintas di Jalan Veteran III yang pada masa Belanda bernama Secreta rieweg. Pada masa penjajahan, daerah ini disukai karena pohon-pohonnya memberi naungan sejuk. Di belakang Markas Cakrabirawa, Bung Karno membangun Gedung Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang kini merupakan bagian dari kantor Wakil Presiden.
Saya masih ingat, di seberang Jalan Veteran III sampai 1960 merupakan kantor dari perwakilan-perwakilan film Hollywood. Saat hubungan RI-AS meruncing, gedung ini diambil alih kelompok kiri yang melakukan pemboikotan terhadap film-film AS dan negara imperialis lainnya.