REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab
Kerusuhan Malari (Malapetaka 15 Januari) 1974 di Jalan Juanda, Jakarta Pusat, pecah hanya beberapa ratus meter dari pusat kekuasaan: Istana Negara. Peristiwa Malari sebelumnya didahului aksi-aksi mahasiswa. Mereka menolak modal asing, khususnya berbagai produk Jepang yang melimpah di Indonesia.
Peristiwa ini mengakibatkan pembakaran serta penggulingan mobil dan motor buatan Negeri Sakura itu. Setelah digulingkan, mobil-mobil sedan dibakar massa yang mengerumuninya.
Kerusuhan semacam ini kemudian meluas di hampir seluruh kota. Ratusan mobil dan sepeda motor Jepang jadi sasaran. Bukan hanya dibakar, tapi juga digulingkan ke Sungai Ciliwung di daerah Harmoni. Kerusuhan tidak terbatas hanya pada luapan anti-Jepang; pusat perdagangan Senen, Jakarta Pusat, juga diserbu dan dibakar massa. Pada saat itu, Presiden Soeharto tengah mengadakan pertemuan empat mata dengan PM Jepang, Kakuei Tanaka, yang tiba di Jakarta, 14 Januari 1974.
Ketika proyek Senen dibakar, terjadi pencurian dan perampokan di toko-toko. Gerakan perusakan juga dilakukan terhadap pabrik-pabrik dan tempat-tempat umum di Ibu Kota sehingga menimbulkan korban jiwa.
Hariman Siregar yang dituduh sebagai salah seorang penggerak peristiwa ini kemudian diadili. Demikian pula Syahrir yang pada masa pemerintahan SBY menjabat wakil tim presiden bidang ekonomi. Keduanya dituduh melakukan tindakan subversi. Syahrir meninggal pada akhir tahun 2008 setelah dirawat di sebuah rumah sakit di Singapura.
Akibat Malari, terjadi pergolakan dalam pimpinan ABRI. Jenderal Sumitro yang kala itu menjabat sebagai panglima Kopkamtib dan sering menghadiri kegiatan para mahasiswa dituduh ingin melakukan kudeta terhadap presiden Soeharto. Sekalipun dia membantahnya, jenderal berbintang empat yang bertubuh gempal itu ‘dipecat’ dengan alasan mengundurkan diri dan pensiun. Dia digantikan Laksamana Sudomo.
Peristiwa Malari berdampak dicabutnya surat izin terbit (SIT) harian Nusantara, KAMI, Indonesia Raya, Abadi, The Jakarta Times, Mahasiswa Indonesia, Pedoman, mingguan Wenang, dan Ekspres. Beberapa sekolah dan perguruan tinggi selama beberapa waktu ditutup. Aksiaksi demo yang sebelumnya berlangsung selama beberapa bulan pun berhenti sejak saat itu.