Kamis 07 Feb 2019 06:33 WIB

Jancuk, Antara Ungkapan Kemesraan dan Makian

Diksi jancuk akrab dipakai warga Jawa Timur, khususnya Surabaya dan sekitarnya.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Jancuk, antara kemesraan dan makian
Foto: jancuk
Jancuk, antara kemesraan dan makian

REPUBLIKA.CO.ID, Diksi jancuk dalam sepekan terakhir memenuhi percakapan di ruang-ruang publik, di dunia nyata maupun dunia maya. Jancok, dancok, atau disingkat menjadi cok, yang terkadang ditulis jancuk atau cuk, ancok atau ancuk, dan coeg, merupakan kata yang akrab bagi warga Jawa Timur, khususnya di Surabaya, Malang, Lamongan, dan sekitarnya. Lantas, apa makna sebenarnya dari jancuk?

Namun, meski memiliki konotasi buruk, kata jancok menjadi kebanggaan serta dijadikan simbol identitas bagi komunitas penggunanya. Bahkan, digunakan sebagai kata sapaan untuk memanggil di antara teman, untuk meningkatkan rasa kebersamaan. Normalnya, kata tersebut digunakan sebagai umpatan pada saat emosi meledak, marah, atau untuk membenci dan mengumpat seseorang. Kata jancuk juga menjadi simbol keakraban dan persahabatan khas di kalangan sebagian arek-arek Suroboyo.

Jancuk juga sebenarnya merupakan kata tunggal, bukan akronim. Tapi benarkah arti jancuk sebagai makian? Dalam buku Jiwo #ncuk, Sujiwo Tejo menuliskan #JANCUK adalah ungkapan beragam, dari kemarahan sampai keakraban, tergantung situasi dan kondisi. Karena nuansa jancuk bisa diartikan dari marah sampai guyon, Sujiwo Tejo menganggap kata itu bagus meredam hati kala panas.

Dia mencontohkan beberapa kata jancuk di buku itu, seperti, “Kalo kita ceplas-ceplos gak munafik, Pak SBY bisa pidato sambil tertawa, jancuk aku gak takut Malaysia. Tapi masyarakat kok asal njeplak (bicara) aja.”