REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab
Terlihat dua 'makam keramat' yang dikelilingi pagar bambu dan ubin keramik di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Seperti tertera dalam tulisan, "Salah satu dari makam itu adalah tokoh DI/TII yang dihukum mati oleh pemerintah".
Tidak dijelaskan siapa tokoh DI/TII yang pernah memberontak terhadap NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan membentuk NII (Negara Islam Indonesia). Yang mana di antara dua makam itu merupakan makam tokoh DI/TII yang pada 1949/1962 telah mengobarkan pemberontakan di Jawa Barat.
Kedua makam ini terletak di sisi barat Pulau Onrust yang luasnya tujuh hektare dan tidak jauh dari pemakaman Belanda. Hampir dipastikan, salah satunya adalah makam pemimpin Darul Islam, Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, yang dieksekusi di Pulau Onrust pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada 1964.
Menurut keterangan, kedua makam ini telah 'dikeramatkan' dan sering diziarahi. Penulis Solichin Salam dalam bukunya Soekarno-Hatta pernah bertanya kepada Bung Karno, "Apakah Bapak pernah menjatuhkan hukuman mati terhadap sesorang?"
Bung Karno menjawab, "Pernah. Itu pun hanya sekali dan dengan hati yang berat."
Yang dimaksudkan adalah ketika ia menandatangani surat keputusan mati untuk Kartosuwiryo. Eksekusi kemudian dilaksanakan di Pulau Onrust, salah satu pulau di kawasan kepulauan Seribu, Jakarta Utara.
Kisah eksekusi ini dimulai pada suatu pagi tahun 1964. Saat itu, Mayjen S Parman, asisten I/menteri panglima angkatan darat (pangad), menghadap presiden Soekarno di istana.
Dia --yang pada 30 September 1965 dibunuh oleh gerombolan G30S-- datang dengan membawa berkas dan surat keputusan (SK) hukuman mati untuk Kartosuwiryo untuk ditandatangani Bung Karno. Namun, Bung Karno meminta Mayjen S Parman kembali lagi setelah Maghrib. Sesudah shalat dan berdoa, barulah Bung Karno menandatanganinya.
Boleh dibilang, dari Onrust-lah dimulai penjajahan Belanda di Indonesia lebih dari 300 tahun. Pada November 1610, Pangeran Jayakarta mengizinkan Belanda menjadikan Onrust sebagai tempat pembuatan kapal-kapalnya di Teluk Jakarta.
Dari pulau yang jaraknya 14 km dari Jakarta inilah, kemudian Belanda pada Mei 1619 menyerang dan menghancurkan Jayakarta. Setelah itu, mereka memulai koloninya di Nusantara.
Pada 1911, Pulau Onrust yang dalam bahasa Belanda berarti 'tanpa istirahat' atau 'sibuk' pernah dijadikan sebagai karantina haji hingga 1933. Selama 22 tahun, para jamaah haji sepulangnya dari Tanah Air harus dikarantina lebih dulu untuk menghindari penyakit menular yang kemungkinan mereka bawa dari Tanah Suci. Di sini, kita masih mendapati rumah dokter dan barak-barak tempat para jamaah dikarantina.
Pada masa pendudukan Jepang, Onrust menjadi penjara bagi para pelaku kriminal kelas kakap. Pada masa Bung Karno-setelah dia mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang kembali ke UUD 1945-sejumlah oposan, termasuk HJ Princen, pernah diasingkan di sini karena mereka mendirikan 'Liga Demokrasi' yang menentang Demokrasi Terpimpin.
Kini, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Unit Pelaksana Tugas Taman Arkeologi Onrust tengah berupaya keras untuk melestarikan keberadaan pulau ini yang makin menyempit akibat abrasi dengan membangun beton-beton pelindung.