Kamis 20 Jun 2024 02:29 WIB

ESDM: Izin Tambang untuk PBNU Dalam Proses Administrasi

Pemerintah akan segera menerbitkan IUP pengelolaan batu bara untuk PBNU.

(ilustrasi) logo nahdlatul ulama
Foto: tangkapan layar wikipedia
(ilustrasi) logo nahdlatul ulama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sedang dalam proses administrasi.

"(Perizinan buat NU) dalam proses administrasi," kata Menteri ESDM di temui usai rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Arifin menyampaikan bahwa IUPK untuk NU saat ini masih diproses dalam tahap administrasi. IUPK tersebut nantinya akan diterbitkan berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

"Ini rekomendasi dari investasi (BKPM). Pertambangan tetap di kita (Kementerian ESDM). Kalau investasi itu kan semuanya dari BKPM," ujar Arifin.

Arifin mengungkapkan bahwa proses IUPK NU diperkirakan bisa keluar pada tahun ini. "(IUPK) Dalam berproses. Kayaknya (tahun ini) iya (keluar IUPK)," katanya.

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadilia menyatakan akan segera menerbitkan IUP pengelolaan batu bara untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), guna mengoptimalkan peran organisasi keagamaan.

"Atas arahan dan pertimbangan dari beberapa menteri, bahkan telah disetujui oleh Bapak Presiden Jokowi, kita akan memberikan konsesi batu bara yang cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka mengoptimalkan organisasi," ujar Bahlil dalam keterangannya di Youtube Kementerian Investasi dikutip di Jakarta, Senin (3/6).

Lebih lanjut dirinya mengatakan, proses pembuatan izin konsesi tersebut kini sudah memasuki tahap penyelesaian, sehingga dalam waktu dekat izin itu akan segera diteken.

"Karena itu tidak lama lagi saya akan teken IUP untuk kasih PBNU, karena prosesnya sudah hampir selesai, Itu janji saya," katanya.

Ia beralasan pemberian izin usaha kepada PBNU dikarenakan dirinya bangga terhadap organisasi islam terbesar di dunia asal Indonesia tersebut karena sudah banyak berkontribusi bagi pembangunan negara.

"Saya merasa bangga terhadap NU, karena saya lahir dari kandungan seorang ibu yang kader NU," kata dia.

Presiden Joko Widodo pada Kamis (30/5) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang perubahan atas PP 96/2021 soal pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba).

Dalam pasal 83A PP 25/2024 menyebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah bisa mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK).

Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merupakan ormas berbasis keagamaan pertama yang mendapatkan izin pengelolaan tambang dari pemerintah. Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) berbaik sangka dengan menilai pemberian izin itu sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada NU.

"Mungkin, ya, ini husnudzan (berbaik sangka) kami, yang paling dipikirkan mungkin memang NU karena NU punya umat yang begitu besar," kata Gus Yahya saat konferensi pers di kantor PBNU, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Gus Yahya itu menjelaskan, lebih dari setengah penduduk Indonesia mengakui sebagai warga NU. Ini dibuktikan dengan banyaknya survei yang membuktikan hal tersebut.

Selain itu, ada 30 ribu unit lembaga pendidikan baik pesantren maupun madrasah yang terafiliasi ke NU. Sehingga, untuk mengelola pesantren dan madrasah tersebut, PBNU membutuhkan sumber daya dan pendanaan.

Home > Islam Digest > IndonesiaKamis 06 Jun 2024 17:03 WIB

Husnudzan Gus Yahya Soal Izin Tambang: NU Paling Dipikirkan Pemerintah

Gus Yahya mengakui PBNU membutuhkan izin pengelolaan tambang itu.

Red: Muhammad Hafil

Konferensi pers di kantor PBNU, Jakarta, Kamis (6/6/2024). Salah satu yang dibahas dalam konferensi pers itu adalah soal izin tambang.Foto: Hafil / Republika

Konferensi pers di kantor PBNU, Jakarta, Kamis (6/6/2024). Salah satu yang dibahas dalam konferensi pers itu adalah soal izin tambang.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merupakan ormas berbasis keagamaan pertama yang mendapatkan izin pengelolaan tambang dari pemerintah. Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) berbaik sangka dengan menilai pemberian izin itu sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada NU.

"Mungkin, ya, ini husnudzan (berbaik sangka) kami, yang paling dipikirkan mungkin memang NU karena NU punya umat yang begitu besar," kata Gus Yahya saat konferensi pers di kantor PBNU, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Baca Juga

Zulhas Ungkap Peran Krakatau Steel terhadap Industri Baja Nasional Mathla'ul Anwar: Keimanan Bisa Jadi Platform untuk Berdiskusi Bersama Waspadai Pelaku Kejahatan Musim Haji di Masjidil Haram

Gus Yahya itu menjelaskan, lebih dari setengah penduduk Indonesia mengakui sebagai warga NU. Ini dibuktikan dengan banyaknya survei yang membuktikan hal tersebut.

Selain itu, ada 30 ribu unit lembaga pendidikan baik pesantren maupun madrasah yang terafiliasi ke NU. Sehingga, untuk mengelola pesantren dan madrasah tersebut, PBNU membutuhkan sumber daya dan pendanaan.

"Kami melihat sebagai peluang, ya, segera kami tangkap. Wong butuh," katanya.

Gus Yahya mengatakan, sumber daya komunitas NU untuk menanggung fasilitas tersebut tidak lagi mencukupi, sehingga membutuhkan pendapatan lebih. "Pertama-tama saya katakan, NU ini butuh, apa pun yang halal, yang bisa menjadi sumber revenue untuk pembiayaan organisasi," ujarnya.

Gus Yahya mengaku kondisi organisasi NU saat ini sangat membutuhkan intervensi strategis. Sehingga mereka akan berfokus pada kapasitas keuangan independen yang berkelanjutan.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadilia menyatakan segera menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP) pengelolaan batu bara untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), guna mengoptimalkan peran organisasi keagamaan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement