Oleh: Anwar Abbas, Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan, Ketua PP Muhamadiyah
Kehadiran tim pengawas dari DPR dan juga dari internal kemenag sendiri serta pihak lain benar-benar membawa arti dan makna bagi kesempurnaan pelayanan terhadap jamaah haji. Hal ini karena dengan adanya kritik dan temuan-temuan tersebut pihak penyelenggara terus merespon dan menindak lanjutinya.
Sebagai contoh, pertama, ketika di Mina ada anggota DPR yang mengkritik banyak jamaah yang tidak mendapatkan tempat sehingga mereka terpaksa tidur di lorong-lorong. Informasi ini oleh petugas langsung dilakukan pengecekan ke lapangan.
Mereka segera pergi ke tempat-tempat penginapan yang dimaksud. Oleh pihak petugas para jamaah diminta untuk berdiri di kasur mereka masing-masing ternyata yang mengejutkan banyak kasur yang kosong.
Tetapi herannya di kasur tersebut ada tas dan barang. Ketika oleh petugas ditanya ini tas dan barang milik siapa? Ternyata itu adalah milik jamaah yang ada di sebelahnya. Hal ini kelihatannya juga telah menjadi penyebab adanya jamaah yang tidak kebagian tempat karena melihat ada tas dan barang dikasur yang ingin dia tempati serta juga ada rasa enggan untuk bertanya maka dia mundur dan lebih memilih duduk dan atau tidur di lorong.
Untuk itu ke depan para petugas semestinya ada yang standby di masing-masing tempat penginapan dengan memegang daftar nama penghuni sampai bisa dipastikan semua jamaah telah mendapatkan tempatnya.
Kedua, kritik tentang kasur yang disediakan kekecilan serta posisinya terlalu rapat antara satu dengan lainnya. Hal itu memang tidak bisa dipungkiri tetapi masalah ini juga tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan luas lahan yang terbatas. Sementara, jumlah jamaah haji dari tahun ketahun terus bertambah.
Maka untuk menampungnya sudah jelas pihak maktab terpaksa memperkecil lebar dan memperpendek panjang dari kasur yang mereka sediakan. Akibatnya kalau para jamaah tidur memang akan membuat mereka risih karena jarak antara jamaah yang satu dengan yang lain terlalu dekat.
Ketiga masalah keterlambatan datangnya makanan. Hal ini menurut petugas maktab disebabkan luas dapur yang mereka miliki hanya bisa untuk menutup kebutuhan satu maktab, sementara mereka harus menyediakan untuk dua maktab.
Pertanyaannya mengapa mereka tidak memasak di luar kawasan Mina saja ? Hal itu bisa mereka lakukan tetapi terbentur dengan kebijakan transportasi dari pemerintah saudi yang melarang mobil membawa makanan masuk ke komplek pemukiman jamaah. Dan kalaupun bisa juga tidak akan mudah karena dalam pengaturan lalu lintas di Makkah danMina banyak jalan ditutup untuk lalu lintas kendaraan sehingga jarak 8 Km bisa ditempuh dalam waktu dua jam, sehingga kemungkinan terlambatnya suplai makanan tetap akan terjadi.
Keempat masalah antrean di kamar mandi, tempat wudhu' dan toilet yang sangat panjang . Hal ini sudah jelas diakibatkan oleh tidak berimbangnya jumlah sarana-prasarana kebutuhan jamaah tersebut dengan jumlah jamaah yang ada.
Jadi adanya masalah-masalah yang ditemukan oleh tim pengawas terkait dengan masalah tempat, kasur, katering, tempat wudhu' kamar mandi dan toilet semuanya jelas terkait dengan tugas dari pihak masyariq. Ini karena pihak Kemenag mendapatkan itu semua adalah lewat kontrak yang ditanda tanganinya dengan pihak masyariq.
Untuk itu ke depan Kemenag harus lebih tegas lagi dalam bertransaksi dengan pihak masyariq agar peristiwa serupa tidak terulang. Tapi rasa-rasanya kasus serupa akan tetap terjadi apalagi jumlah kuota untuk kita terus bertambah. Untuk itu bagi mengatasi masalah-masalah tersebut memang harus ada solusi yang lebih baik dan rasional dari perspektif sarana- prasarana maupun dari perspektif keagamaan.
Seperti diketahui mabit di Mina itu masuk kelompok wajib haji, jika tidak dilakukan maka jamaah harus membayar dam. Pertanyaannya bolehkah jamaah tinggal di hotel dan tidak tinggal di Mina tapi di malam hari jamaah berangkat jam 22 dari hotel untuk Mabit sampai lewat tengah malam, kemudian mereka kembali lagi ke hotel?
Jika bolehpun dalam pelakanaannya tentu juga tidak mudah karena jarak antara hotel dengan tempat mabit di Mina juga cukup jauh sehingga harus pakai mobil dan akibatnya Mina sudah jelas akan macet total.
Jadi kesimpulannya masalah-masalah yang ditemukan oleh tim pengawas di mina tersebut tetap akan sulit di atasi. Apalagi kemungkinan di tahun-tahun mendatang jumlah kuota jemaah haji kita terus meningkat. Sementar, luas lahan yang tersedia untuk dijadikan dapur, kamar mandi, tempat wudhu, toilet dan tempat penginapan jamaah tidak bertambah sehingga masalah yang sama jelas akan masih terulang.
Oleh karena itu agar para jamaah dapat melaksanakan ibadah hajinya dengan baik dan tenang maka sarana prasarana tersebut di atas harus diperluas dengan cara mendirikan bangunan bertingkat di Mina. Tanpa itu maka masalah-masalah tersebut tidak akan pernah bisa teratasi dan terselesaikan. Dan untuk melakukan hal demikian jelas bukan tugas Kemenag tapi menjadi tugas dari pemerintah setempat.
Maka, kini mungkin sudah waktunya bagi pemerintah indonesia untuk meminta pemerintah Saudi agar membuat bangunan/tempat penginapan bertingkat yang lebih baik dan memadai di mina. Ini penting dilakukan karena yang mengalami masalah dalam hal ini tidak hanya jamaah haji indonesia saja tapi juga jamaah dari negara-negara lain.
Dan yang juga sangat penting diperhatikan dalam masalah haji ini yaitu kehadiran jamaah yang tidak mempergunakan visa haji, tapi visa turis, visa ziarah, calling visa dan lain-lain yang jumlahnya cukup banyak.
Jadi pihak DPR mungkin perlu menghitung berapa jumlah jamaah kita yang mengerjakan ibadah haji tidak mempergunakan visa haji tersebut agar perencanaan yang sudah dibuat tidak rusak. Ini karena banyak dari mereka di Mina juga menempati dan menikmati fasilitas yang sudah disediakan oleh pihak Kemenag.