Rabu 26 Jun 2024 10:00 WIB

Cagar Alam Cegah Kepunahan Flora dan Fauna

Dunia harus menyisihkan 1,2 persen lahan sebagai cagar alam.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Sekelompok kera hitam Sulawesi mencari makanan di kawasan Cagar Alam Pangi Binangga Pegunungan Kebun Kopi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Senin (20/11/2023).
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Sekelompok kera hitam Sulawesi mencari makanan di kawasan Cagar Alam Pangi Binangga Pegunungan Kebun Kopi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Senin (20/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, SAO PAULO -- Penelitian terbaru yang dipublikasikan di Frontiers in Science mengungkapkan pentingnya cagar alam untuk melestarikan flora dan fauna. Dengan menyisihkan 1,2 persen lahan di dunia sebagai cagar alam, maka dapat mencegah kepunahan sebagian besar flora dan fauna yang terancam punah.

Penelitian ini mengungkapkan biaya untuk melakukan itu sekitar 263 miliar dolar AS. Saat ini, dunia sedang berlomba memenuhi target melindungi 30 persen wilayah dunia pada tahun 2030 atau "30 by 30". Target ini bertujuan melindungi flora dan fauna yang terancam punah akibat perubahan iklim, polusi, dan rusaknya habitat mereka.

Baca Juga

Pada Oktober mendatang, pembuat kebijakan dari seluruh dunia akan bertemu di pertemuan PBB di Kolombia untuk membahas rencana mencapai target tersebut.

Salah satu penulis penelitian dan pakar ekologi University of East Anglia, Inggris, Carlos Peres mengatakan, penelitian itu bertujuan mengidentifikasi daerah-daerah yang bernilai paling tinggi, sehingga dapat masuk dalam rencana perlindungan tersebut.

"Sebagian besar negara sebenarnya tidak memiliki strategi. Target 30 by 30 masih sangat tidak detail karena tidak mengungkapkan 30 persen apa yang sesungguhnya yang dilindungi," kata Peres, Selasa (25/6/2024).

Penelitian itu merekomendasikan lahan seluas 1,6 juta kilometer persegi atau sekitar seperlima luas Amerika Serikat (AS) di 16.825 lokasi di seluruh dunia untuk dijadikan rumah bagi spesies langka dan terancam punah.

Jumlah tersebut belum termasuk hampir 16 persen wilayah dunia yang sudah memiliki tingkat perlindungan tertentu. Penelitian ini memperkirakan dibutuhkan biaya sebesar 263 miliar dolar AS untuk mengakuisisi area baru, yang sebagian besar merupakan lahan milik pribadi, dengan nilai saat ini selama lima tahun ke depan.

"Waktu tidak berpihak pada kita karena semakin lama akan semakin mahal dan semakin sulit untuk menyisihkan wilayah perlindungan," kata Peres.

Akusisi lahan mencakup sebagian besar biaya rencana wilayah perlindungan itu. Penelitian tidak mempertimbangkan biaya pemeliharaan hutan lindung.

Sekitar tiga perempat lokasi merupakan hutan tropis yang merupakan ekosistem keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Filipina, Brasil dan Indonesia negara-negara yang memiliki lebih dari setengah lokasi-lokasi bernilai tinggi.

Rusia negara yang memiliki wilayah bernilai tinggi yang paling siap untuk konservasi. Penelitian ini mengidentifikasi Rusia memiliki lahan yang cocok untuk konservasi seluas 138.436 km persegi, seluas Yunani.

Beberapa negara Afrika juga menduduki peringkat teratas dengan Madagaskar memiliki jumlah lokasi tertinggi keempat secara keseluruhan, sementara Republik Demokratik Kongo memiliki wilayah terbesar yang ditargetkan untuk konservasi di benua tersebut.

Amerika Serikat satu-satunya negara maju di antara 30 negara dalam penelitian ini. Para peneliti hanya mempertimbangkan ekosistem darat dan air tawar, tetapi tidak mempertimbangkan lautan atau kawasan lindung laut.

Para peneliti tidak memasukkan invertebrata dalam penelitian ini, karena distribusi geografis serangga dan hewan lainnya belum dipetakan dengan baik.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement