Rabu 03 Jul 2024 17:05 WIB

Saran Mahfud MD dalam Pilih Calon Kepala Daerah 2024

Elektabilitas dan moralitas harus menjadi modal utama memilih calon kepala daerah.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erdy Nasrul
Guru Besar Hukum Tata Negara UII Mahfud MD.
Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Guru Besar Hukum Tata Negara UII Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menyarankan partai-partai memilih calon kepala daerah yang tidak cuma memiliki elektabilitas. Ia menekankan, moralitas harus dimiliki agar bisa menghindari mereka dari perilaku korupsi jika terpilih.

"Karena konteksnya pilkada, ya pilihlah mereka yang punya elektabilitas tapi juga punya moralitas, jangan hanya elektabilitas," kata Mahfud dalam keterangannya pada Selasa (2/7/2024).

Baca Juga

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu menilai tidak bisa cuma memilih berdasar elektabilitas calon-calon tersebut. Sebab, pengalaman sudah mengajarkan banyak yang akhirnya tertipu jika cuma memilih calon karena itu.

Apalagi, ia mengingatkan, sekalipun calon itu memiliki elektabilitas tinggi bisa pula tergerus jika dicarikan pembanding yang kuat. Menkopolhukam periode 2019-2024 itu menekankan elektabilitas dan moralitas harus menjadi modal utama calon.

"Itu yang saudara harus lakukan, tim pemenangan dari sekarang, jangan juga misalnya membiarkan orang, wah ini teman kita, ini ambisi, ini bagus, dilihat moralitasnya bagaimana, moralitasnya bagaimana, dua duanya itu kumulatif," ujar Mahfud.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu menilai berbahaya bagi rakyat kita partai-partai cuma memilih berdasadkan elektabilitas. Pun jika partai-partai cuma mementingkan moralitas karena tentu akan sulit memenangkannya.

"Bukan wah kita yang elektabilitas saja, itu berbahaya, tapi yang moralitas saja itu juga tidak akan terpilih, oleh sebabnya itu dua duanya itu," kata Mahfud.

Anggota DPR RI periode 2004-2008 itu turut melihat salah satu modal penting yang harus dimiliki partai-partai tidak membuat money politic sebagai budaya. Pasalnya, money politic bisa terjadi secara borongan dan dapat pula terjadi secara eceran.

Maka itu, ia menegaskan, masalah utama tetap moralitas karena itu yang menjaga siapapun kita dari perilaku koruptif. Mahfud berharap, partai-partai dapat menjadikan moralitas, selain elektabilitas, sebagai pertimbangan utama memilih calon.

"Sehingga, masalahnya itu di moral, karena orang money politic kalau saudara sudah atur agar tidak terjadi eceran, ternyata orang masuk lewat borongan. Akhirnya apa, akhirnya saudara, ini yang menentukan, moralitas kita, niat baik kita terhadap republik ini," ujar Mahfud.

Mahfud mengingatkan, dulu korupsi pada zaman Orde Baru memang luar biasa tapi tersentralisasi di tangan Pak Harto. Kini, korupsi yang terjadi malah merajalela karena bisa dilakukan pejabat di manapun dalam level pemerintahan seperti apapun.

Ia menambahkan, kunci utama dalam pemberantasan korupsi tidak lain ada dalam penegakan hukum. Mahfud menegaskan, sistem demokrasi itu akan bisa berjalan baik jika negara itu mampu menerapkan nomokrasi dengan baik.

"Kita ingin membangun demokrasi, dan demokrasi itu tidak akan berjalan baik kalau tanpa nomokrasi, demokrasi itu kedaulatan rakyat, nomokrasi itu kedaulatan hukum," kata Mahfud. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement