REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lukisan gua berumur 51.200 tahun yang lalu ditemukan di dinding gua di Kota Maros, Sulawesi Selatan. Identifikasi umur ini mengejutkan, karena untuk pertama kalinya lukisan gua di Indonesia ditemukan amat tua. Penelitian ini dilakukan oleh arkeolog Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerjasama dengan Griffith University Australia.
Ini merupakan penelitian lukisan gua yang kesekian kalinya dilakukan. Sebelum ini, kedua instansi itu sudah riset bersama soal lukisan gua di Kalimantan dan Papua. Secara keseluruhan peneliti ingin memecahkan misteri migrasi manusia di kawasan Asia Tenggara hingga ke Australia.
Bagaimana para peneliti bisa melacak umur lukisan di dinding gua itu? Arkeolog BRIN Adhi Agus Oktaviani membeberkan, penentuan umur lukisan gua dilakukan dengan uji kimia di laboratorium.
Peneliti harus mencuil lukisan gua itu untuk dijadikan sampel yang kemudian dibawa ke laboratorium. “Sampel diambil dari batuan yang tumbuh di atas pigmen warna lukisan,” kata Adhi Agus, dalam jumpa pers Kamis (4/7/2024).
Berbagai metode kimia dilakukan di sana. Termasuk metode mutakhir yang digunakan yaitu Laser Ablation Uranium series.
Metode analisis LA-U-series ini dikembangkan oleh Profesor Maxime Abert, ahli arkeologi di GCSCR bersama dengan koleganya dari Southern Cross University (SCU) di Lismore, Profesor Renaud Joannes-Boyau, ahli arkeogeokimia dari Geoarchaeology and Archaeometry Research Group (GARG).
“Kami sebelumnya telah menggunakan metode berbasis uranium untuk mencari umur seni cadas di wilayah Sulawesi dan Kalimantan, namun teknik LA-U-series ini menghasilkan data yang lebih akurat karena mampu mendeteksi umur lapisan kalsium karbonat dengan sangat rinci hingga mendekati masa pembuatan seni hias tersebut. Penemuan ini akan merevolusi metode analisis pertanggalan seni cadas”, kata Profesor Aubert, memaparkan.
“Teknik inovatif yang sedang dirintis ini memungkinkan kami untuk membuat “peta” lapisan kalsium karbonat secara rinci. Kemampuannya membuat kami dapat menentukan sekaligus menghindari area permukaan yang mengalami proses perubahan diagenesis secara alami. Konsekwensinya, penentuan umur seni cadas menjadi lebih mendalam dan bisa dipertanggungjawabkan”, lanjut Profesor Joannes-Boyau.