REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti, mengapresiasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mayer Simanjuntak, saat membacakan tanggapan atas nota pembelaan terdakwa kasus korupsi Syahrul Yasin Limpo (SY). Banyak terdakwa korupsi yang justru merasa jadi pejuang melawan kedzaliman terhadap dirinya sendiri.
Menurut Ray, pantun yang dibacakan JPU boleh-boleh saja dilakukan, karena sifatnya umum yang tidak ditujukan ke orang per orang. “Ini pesan kepada mereka yang berperilaku korupsi itu sebagai perjuangan hidup,” kata Ray sambil tertawa, Rabu (10/7/2024).
Menurutnya, ada fenomena seorang koruptor merasa ketika diadili mereka merasa dianiaya atau didzolimi oleh jaksa, kepolisian, ataupun pengadilan. “Seolah yang salah itu mereka (jaksa, polisi, atau hakim), bukan para koruptornya. Mana ada koruptor yang minta maaf, merasa bersalah,” ungkap Ray Rangkuti.
Sehingga pantun yang dibacakan JPU, menurut Ray, merupakan pesan kepada setiap orang. “Kalau mereka sudah disidangkan kasus korupsi, janganlah berlaak seperti pejuang atau jadi pahlawan. Jangan merasa lagi berjuang melawan kedzaliman,” kata Ray, yang sudah puluhan tahun menjadi aktivis antikorupsi ini.
Diakuinya, pantun yang dilakukan JPU di persidangan tidak lazim. Tapi sebenarnya merupakan pesan yang sangat umum yang disampaikan kepada siapapun yang mendengarnya.
Lebih jauh, Ray Rangkuti melihat penanganan perkara kasus dugaan korupsi SYL sangat baik. “Karena persidangannya agak berbeda isinya. Isi di dalamnya itu lebih blak-blakan, detail, dan membuka mata kita sudah sebegitu parahnya perilaku korupsi di negara ini,” papar Ray Rangkuti.
Ia mencontohkan, dalam kasus ini ternyata korupsi juga sampai pada urusan digunakan untuk skincare, makan siang. “Ternyata juga diambil dari dana negara. Ini menariknya. Selama ini kan yang diungkap yang makro-makro saja, Kalauini sampai Rp.20 juta atau Rp.30 juta diungkap,” kata Ray.
Sebelumnya, Jaksa, Mayer Simanjuntak di persidangan kasus dugaan korupsi Syahrul Yassin Limpo, 8 Juli 2024, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) membacakan pantun saat sidang mengagendakan tanggapan atas nota pembelaan SYL.
Pantun itu berbunyi: Kota Kupang Kota Balikpapan, Sungguh Indah dan Menawan, Katanya Pejuang dan Pahlawan Denger Tuntutan Nangis Sesegukan.
Jalan-Jalan ke Kota Balikpapan, Jangan Lupa Selfi di Bandara Sepinggan, Janganlah Mengaku Pahlawan Kalaulah Masih Suka Biduan.
Jalan-Jalan ke Tanjung Pinang, Jangan Lupa Membeli Udang. Janganlah Mengaku Seorang Pejuang Jikalah Engkau Seorang ….. Jaksa tidak melanjutkan pantunnya, tetapi meminta yang mendengar pantun melanjutkan sendiri lanjutan pantunnya.
Pantun-pantun ini diduga sindiran terhadap SYL. Hal ini karena SYL menangis saat pembacaan tuntutan. Sedangkan pantun kedua merupakan sindiran terhadap SYL yang diduga mengalirkan dana untuk seorang biduan.