Rabu 17 Jul 2024 07:18 WIB

MU PBB Adopsi Dekade Melawan Badai Debu dan Pasir

Dua triliun ton pasir dan debu masuk ke atmosfer setiap tahunnya.

Rep: Lintar Satria/AP/ Red: Indira Rezkisari
Orang-orang berjalan melintasi jembatan penyeberangan di kawasan pusat bisnis di Beijing, Rabu (22/3/2023). Badai debu dan pasir membuat indeks kualitas udara melonjak di ibu kota China pada Rabu pagi.
Foto: AP Photo/Mark Schiefelbein
Orang-orang berjalan melintasi jembatan penyeberangan di kawasan pusat bisnis di Beijing, Rabu (22/3/2023). Badai debu dan pasir membuat indeks kualitas udara melonjak di ibu kota China pada Rabu pagi.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Majelis Umum PBB mendeklarasikan tahun 2025 sampai 2034 sebagai Dekade Perlawanan pada Badai Pasir dan Debu. Badai pasir dan debu merupakan peristiwa cuaca ekstrem yang semakin sering dan tinggi intensitasnya yang mengancam kesehatan dan ekonomi negara-negara mulai dari Afrika tengah sampai utara Cina.

Duta Besar Uganda untuk PBB Godfrey Kwoba memperkenalkan resolusi itu atas nama Group 77, kelompok di PBB yang terdiri dari negara-negara berkembang dan Cina. Pada 193 negara anggota PBB, ia mengatakan inisiatif ini bertujuan untuk "menahan dan memitigasi dampak negatif badai pasir dan debu melalui "kerja sama regional dan internasional."

Baca Juga

Majelis Umum PBB, Rabu (11/7/2024) resmi mengadopsi resolusi tersebut melalui konsensus. Palu diketuk oleh ketua sidang Dennis Francis.

Dalam laporan tahun 2022, Konvensi PBB untuk Memerangi Penggurunan mengatakan dalam beberapa tahun terakhir frekuensi badai pasir dan debu "meningkat secara dramatis." Laporan itu mengatakan badai pasir dan debu dapat memperburuk penyakit pernapasan, membunuh tanaman dan ternak, serta meningkatkan penggurunan, meskipun dokumentasi dampaknya masih terbatas.

Konvensi ini memperkirakan 2 triliun ton pasir dan debu masuk ke atmosfer setiap tahunnya, sebagian besar terjadi di lahan kering dan daerah sub-lembab dengan sedikit vegetasi. Laporan itu mengatakan mayoritas emisi dihasilkan dari kondisi alam, tetapi kekeringan dan perubahan iklim memperburuk masalah ini.

Laporan tersebut memperkirakan, setidaknya 25 persen dari emisi debu global berasal dari aktivitas manusia. Seperti pengelolaan lahan yang tidak berkelanjutan dan penggunaan air.

Sebagai bagian dari inisiatif satu dekade yang diadopsi pada Rabu kemarin, Majelis Umum mengatakan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) akan mempromosikan praktik-praktik mitigasi di negara-negara yang terkena dampak. Termasuk pengelolaan penggunaan lahan yang berkelanjutan, wanatani, sabuk pelindung, penghijauan/reforestasi dan program-program restorasi lahan.

Resolusi ini juga menyerukan kerja sama global untuk meningkatkan sistem peringatan dini dan berbagi informasi cuaca yang penting untuk meramalkan badai debu pasir. Pengesahan resolusi ini dilakukan dua hari sebelum Hari Internasional Penanggulangan Badai Pasir dan Debu pada tanggal 12 Juli, yang dideklarasikan Majelis Umum PBB tahun lalu dan akan diperingati untuk pertama kalinya.

Resolusi tersebut mendorong negara-negara untuk memperingati hari tersebut dengan kegiatan pendidikan dan kegiatan lain yang meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya memerangi badai pasir dan debu bagi kesehatan masyarakat, memperbaiki penggunaan lahan, meningkatkan ketahanan pangan dan mata pencaharian, dan mempromosikan ketahanan terhadap perubahan iklim.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement