REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CropLife Indonesia, asosiasi industri benih dan perlindungan tanaman, dan PRISMA, program kemitraan antara Pemerintah Indonesia (Kementerian PPN/Bappenas) dan Pemerintah Australia (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan/DFAT) untuk pertumbuhan pasar pertanian nasional, berkolaborasi menyelenggarakan seminar dan talkshow bertajuk Navigating Business Growth: Customer Education and Women's Sales Excellence di Jakarta (17/7/2024).
Acara yang dihadiri produsen produk perlindungan tanaman (perusahaan agrokimia), komisi pestisida, asosiasi pertanian, pengamat dan pakar pemasaran ini diisi dengan presentasi hasil riset dan talkshow. Acara ini diharapkan menjadi wadah berbagi pengetahuan hasil riset praktis maupun pengalaman antarpemangku kepentingan sektor swasta dan meningkatkan pemahaman tentang peluang dan tantangan dalam edukasi konsumen dan model bisnis inklusif dalam bisnis perlindungan tanaman.
CEO PRISMA, Mohasin Kabir, membuka acara dan memaparkan hasil studi PRISMA pada 2024 yang menunjukkan bahwa perusahaan yang condong ke arah strategi pemasaran berbasis edukasi memiliki brand awareness 56 persen lebih kuat dibandingkan perusahaan yang strategi pemasarannya masih menitikberatkan hard selling. Agen lapangan perempuan dapat mendongkrak pertumbuhan bisnis perusahaan agrokimia karena lebih efektif untuk menjangkau segmen petani perempuan dan petani usia lanjut.
Mohasin menambahkan, masih rendahnya partisipasi petani perempuan dalam upaya-upaya perlindungan tanaman, khususnya dalam mengatasi penyakit tanaman dan hama, menjadikan perusahaan belum bisa menjangkau lebih banyak konsumen di segmen ini. Adapun hasil studi kami memperlihatkan potensi bisnis untuk menjangkau segmen petani perempuan dengan memperkerjakan agen lapangan perempuan.
Ketua Tim Teknis Komisi Pengawas Pestisida Prof Dadang Herman yang ikut membuka acara menyatakan bahwa profil petani Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cenderung masih sama seperti: pendidikan dan penguasaan teknologi yang rendah, sehingga edukasi terhadap petani masih menjadi poin penting.
“Peningkatan pengetahuan pengguna, peningkatan cara aplikasi, peningkatan mutu pestisida, peningkatan oengawasan pestisida dan penguatan regulasi adalah kolaborasi yang harus dilakukan stakeholder agar penggunaan pestisida di Indonesia semakin baik serta kesejahteraan petani ikut meningkat,” ungkap Dadang.
Studi yang dilakukan PRISMA tahun 2024 dengan topik “Pemasaran Berbasis Edukasi: Potensi dan Rekomendasi” merekomendasikan 1. Perusahaan perlu memperbanyak kegiatan edukasi petani, 2. Perusahaan perlu memperluas cakupan topik edukasi, 3. Perusahaan perlu melakukan evaluasi kegiatan edukasi secara reguler.
Dalam kesempatan ini, Direktur Eksekutif CropLife Indonesia Agung Kurniawan membahas pentingnya edukasi konsumen dalam membangun keberlanjutan penggunaan produk-produk prolintan (perlindungan tanaman).
”Perusahaan agrokimia harus menyadari bahwa masih banyak petani kita yang tidak memiliki pengetahuan memadai mengenai praktik pertanian yang baik, khususnya bagaimana mengoptimalkan penggunaan produk-produk prolintan agar produktivitas pertanian bisa meningkat,” ungkap Agung.
”Insight dari studi yang dilakukan PRISMA penting untuk memperkaya diskusi seminar hari ini sehingga kami bisa semakin meyakinkan perusahaan agro kimia dalam mengadopsi strategi pemasaran dan penjualan yang edukatif serta inklusif,” katanya.
Seminar ”Navigating Business Growth” menghadirkan sesi diskusi panel yang mengundang perwakilan pelaku industri prolintan, asosiasi pertanian dan pengamat pasar untuk berbagi pengalaman serta pandangan terhadap topik-topik yang dibahas seputar customer education dan women sales agents , di antaranya MarkPlus Institute, Syngenta, FMC Indonesia, Sumitomo Chemical Asia, CropCare, PRISMA, dan CropLife Indonesia.