Rabu 31 Jul 2024 07:07 WIB

Habib Hasyim Bin Yahya Kakek Habib Luthfi Pekalongan Pernah Dididik Oleh Nabi Khidir

Habib Hasyim bin Yahya merupakan sosok yang alim

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Habib Hasyim Bin Yahya
Foto: Dok Istimewa
Habib Hasyim Bin Yahya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Habib Hasyim bin Yahya, kakek dari Habib Lutfhi bin Yahya Pekalongan dikenal sebagai sosok alim juga mempunyai karamah.

M Abdullah Badri dikutip dari laman BSP Radio Pekalongan menyampaikan sejumlah karamah Habib Hasyim. Abdullah mengutip penuturan Habib Luthfi bin Yahya, didengar langsung oleh penulis dari murid khalifah thariqah beliau di Jepara, KH Masduki Ridlwan di rumahnya Sowan, Kedung, Jepara pada Sabtu Malam – Ahad Pahing (2 Maret 2019) usai Isya’. Saksi penuturan kisah ini adalah ibu penulis dan salah satu Pengurus Pusat MATAN, Syukron Makmun (Bugel).

Baca Juga

Dalam penuturannya, Abdullah menjelaskan di antara karamah Habib Hasyim adalah di usia 6 tahun, kakek Abah Luthfi tersebut pernah diambil oleh Nabi Khidzir dari abahnya, Habib Umar bin Yahya, selama 9 tahun, untuk dididik dan dibersihkan hatinya. Beliau kembali saat usia 15 tahun dan melanjutkan studi di Yaman.

Usai dari Yaman, Habib Hasyim kemudian diperintah abahnya nyantri kepada KH. Sholeh Darat di Kampung Darat Semarang. Syaratnya, ia tidak boleh mengenalkan diri sebagai putra Habib Umar bin Yahya (guru KH. Sholeh Darat), dan tidak boleh menggunakan fam sâdat “bin Yahya” di belakangnya.

Saat mendaftar menjadi santri KH Sholeh Darat pun, Habib Umar tidak mengantarkan langsung putranya itu. Akibatnya, Kiai Sholeh tidak mengetahui siapa sebetulnya santri barunya itu.

Habib Hasyim remaja kemudian diperlakukan seperti santri biasa, yang tidur di lantai, memasak, ngaji, rokan, bersama-sama santri lainnya. Kiai Sholeh juga biasa memerintah Habib Hasyim untuk keperluan pondok dan ndalem, seperti santri lainnya juga.

Suatu kali, Kiai Sholeh Darat mendengar ada seorang habib muda di Pekalongan, yang dikabarkan memiliki kealiman dan karamah bernama Hasyim.

Dari Semarang, Mbah Sholeh Darat naik kereta sampai ke stasiun Pekalongan. Oleh Habib Hasyim, Mbah Sholeh Darat dijemput dengan andong kuda yang disopiri muridnya tersebut, yang juga dimohon mampir ke rumahnya terlebih dulu. “Mampir ke rumah saya kiai,” demikian pinta Habib Hasyim kepada gurunya.

BACA JUGA: Dampak Foto dengan Presiden Israel, Nurul: Tiap Hari Terlintas untuk Mengakhiri Hidup Saya

Tamu di rumah Habib Hasyim ternyata sesak dipenuhi para tamu yang memanggilnya dengan sebutan “ndoro”. Mbah Sholeh Darat pun baru mengetahui kalau rumah tersebut dikenalnya sebagai ndalem guru beliau, Habib Umar bin Hasan bin Toha bin Yahya. Betapa kagetnya beliau.

“Hasyim, kamu putranya Ndoro Umar kah?”

“Betul, kiai,” jawab Habib Hasyim.

“Mengapa dari dulu kamu tidak memberitahu?”

“Kalau saya beri tahu, jenengan pasti akan membelikan kasur,” jawabnya.

Sejak itulah KH Sholeh Darat mengetahui kalau muridnya adalah putra sang guru, — minal gawagis (bagian dari gus) istilah sekarang.

Demi menjaga keikhlasan menjadi murid ngaji, Habib Hasyim diminta oleh abahnya agar tidak memakai nama fam sâdat di belakangnya.

Sebelumnya, beredarnya Buku Pelajaran Ahlussunnah Waljamaah Ke-NU-an Jilid I untuk Kelas 2 yang diterbitkan oleh RMI PCNU Kabupaten Tegal yang juga beredar di lingkungan satuan-satuan Pendidikan Ma’arif NU, memicu polemik.

Buku tersebut memuat pernyataan sejarah yang disebut tak sesuai dengan fakta. Buku itu menyatakan bahwa salah satu pendiri NU adalah Kakek dari Habib Lutfhi bin Yahya Pekalongan, Yaitu Habib Hasyim bin Yahya. 

Ketua Umum PBNU...

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement