Rabu 31 Jul 2024 16:13 WIB

Ketegangan di Timur Tengah Memanas Usai Wafatnya Ismail Haniyeh, Rupiah Ditutup Menguat

Hal itu dipengaruhi di antaranya ketegangan di Timur Tengah.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Warga menukarkan uang rupiah menjadi dolar Amerika Serikat (ilustrasi).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga menukarkan uang rupiah menjadi dolar Amerika Serikat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mata uang rupiah pada penutupan perdagangan Rabu (31/7/2024) mengalami penguatan. Hal itu dipengaruhi di antaranya ketegangan di Timur Tengah yang makin memanas usai terbunuhnya pemimpin Hamas Ismail Haniyeh.

Mengutip Bloomberg, rupiah menguat 40 poin atau 0,25 persen menuju level Rp 16.260 per dolar AS pada akhir perdagangan hari ini. Pada perdagangan sebelumnya, mata uang Garuda sempat melemah menyentuh angka Rp 16.300 per dolar AS.

Baca Juga

“Ketegangan di Timur Tengah memanas menyusul laporan bahwa Kepala Hamas Ismail Haniyeh telah dibunuh di Iran, menurut pernyataan dari kelompok militant Palestina Hamas dan laporan media pemerintah Iran pada Rabu,” kata Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, menjelaskan sentimen eksternal yang memengaruhi penguatan rupiah, Rabu (31/7/2024).

Insiden pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dikonfirmasi oleh Pasukan Penjaga Revolusi Iran (IRGC) pada Rabu (31/7/2024). Belum ada konfirmasi siapa yang bertanggung jawab membunuh Haniyeh, namun seperti dilaporkan AP, kecurigaan menuju kepada Israel yang bersumpah akan membunuh Haniyeh dan pemimpin Hamas lainnya setelah serangan 7 Oktober 2024.

Kondisi ketegangan geopolitik di Timur Tengah lalu memberi pengaruh pada pelemahan dolar AS, yang kemudian berdampak pada penguatan mata uang sebagian besar emerging country termasuk rupiah.

Ibrahim melanjutkan, faktor dari luar negeri lainnya yang memengaruhi menguatnya rupiah adalah para pedagang menjauh dari dolar AS sebelum penutupan rapat The Fed di kemudian hari.

“Bank Sentral secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil. Namun, fokus akan tertuju pada sinyal potensial pemangkasan suku bunga, menyusul beberapa pembacaan inflasi yang lemah dan komentar dovish dari pejabat Fed. Konsensus umum sebagian besar mendukung pemangkasan 25 basis poin pada bulan September,” terangnya.

Sementara itu faktor dalam negeri penguatan rupiah dipengaruhi oleh laporan Lembaga pemeringkat S&P yang kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating atau peringkat utang Indonesia pada BBB, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil pada 30 Juli 2024.

“S&P meyakini bahwa prospek pertumbuhan ekonomi indoneisa akan tetap solid dengan ketahanan eksternal dan beban utang pemerintah yang terjaga, didukung kerangka kebijakan moneter dan fiskal yang kredibel,” ujarnya.

S&P memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tiga sampai empat tahun ke depan akan tetap terjaga sekitar 5,0 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut didorong permintaan domestik yang tetap kuat, serta belanja Pemerintah dan investasi swasta yang meningkat.

“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp 16.210—Rp 16.280 per dolar AS,” tutup Ibrahim.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement