Kamis 01 Aug 2024 18:55 WIB

Ilmuwan Teliti Penyebab Panas Ekstrem Bulan Juli, Ini Hasilnya

Tiga belas bulan terakhir merupakan bulan-bulan terpanas yang pernah tercatat.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Gambar termostat eksposur panjang di Pusat Pengunjung Furnace Creek diambil tepat setelah pukul 22.00 di Taman Nasional Death Valley, California, Ahad (7/7/2024).
Foto: AP Photo/Ty ONeil
Gambar termostat eksposur panjang di Pusat Pengunjung Furnace Creek diambil tepat setelah pukul 22.00 di Taman Nasional Death Valley, California, Ahad (7/7/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan mengatakan panas ekstrem di Laut Tengah bulan Juli tidak mungkin terjadi jika tidak ada perubahan iklim. Gelombang panas di atas 40 derajat Celsius juga terjadi di Eropa selatan dan Afrika Utara. Suhu ekstrem semakin sering terjadi.

Panas ekstrem menelan 20 nyawa dalam satu hari di Maroko, memicu kebakaran hutan dan lahan di Yunani dan negara-negara Balkan. Cuaca panas juga membahayakan keselamatan atlet, penonton dan panitia penyelenggara Olimpiade Paris 2024.

Baca Juga

Jaringan ilmuwan World Weather Attribution menyatakan panas bulan Juli jelas dampak dari perubahan iklim. "Suhu ekstrem yang terjadi pada bulan Juni pada dasarnya tidak mungkin bila manusia tidak memanaskan planet dengan membakar bahan bakar fosil," kata WWA dalam laporan yang ditulis lima peneliti, seperti dikutip dari Science Alert, Kamis (1/8/2024).

Peneliti melihat suhu rata-rata bulan Juli dan fokus pada kawasan seperti Maroko, Portugal, Spanyol, Prancis, Italia dan Yunani. Para ilmuwan menggunakan data itu dan data iklim lainnya untuk membandingkan panas bulan Juli dengan periode yang sama sebelum manusia membakar bahan bakar minyak, batu bara dan gas.

Para peneliti menyimpulkan Eropa lebih panas 3,3 derajat Celsius karena perubahan iklim. Selain di Laut Tengah, panas menyengat juga terjadi di Paris pada pekan ini ketika para atlet bertanding di Olimpiade.

"Suhu ekstrem bulan Juli bukan lagi peristiwa langka," kata ilmuwan iklim di Imperial College London dan salah satu penulis laporan WWA tersebut, Friederike Otto.

Otto mengatakan dengan iklim saat ini, suhu ekstrem bulan Juli diperkirakan dapat terjadi satu kali setiap satu dekade. Sudah lama para ilmuwan menetapkan perubahan iklim mendorong terjadinya cuaca ekstrem dan membuat gelombang panas menjadi lebih lama, lebih panas, dan lebih sering.

Laporan WWA terbaru ini dipublikasikan saat suhu global melonjak ke level tertinggi yang pernah tercatat, dengan empat hari terpanas yang pernah diamati oleh para ilmuwan.

Tiga belas bulan terakhir merupakan bulan-bulan terpanas yang pernah tercatat. Kenaikan suhu di atas 1,5 derajat Celsius merupakan ambang batas yang menurut para ilmuwan harus dijaga dalam jangka panjang untuk menghindari bencana perubahan iklim. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement