Jumat 02 Aug 2024 21:10 WIB

Ini 5 Inisiatif Blueprint Sistem Pembayaran 2030, dari Infrastruktur Hingga Rupiah Digital

Inisiatif ini diluncurkan dalam akronim 4I + 1RD.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo memberikan paparan pada acara Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2024.
Foto: Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo memberikan paparan pada acara Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo secara resmi telah meluncurkan blueprint sistem pembayaran Indonesia (BSPI) 2030 pada Jumat (2/8/2024). Dalam paparannya, Perry mengungkapkan lima inisiatif dalam implementasinya yang disingkat dalam akronim 4I + 1RD.

“Lima inisiatif 4I + 1RD adalah infrastruktur, industri, inovasi, internasionalisasi, dan rupiah digital,” kata Perry saat merilis BSPI 2030 dalam acara Festival Ekonomi dan Keuangan Digital (FEKDI) x Karya Kreatif Indonesia (KKI) di Senayan, Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Baca Juga

Perry memerinci lima poin inisiatif dalam BSPI 2025—2030 tersebut. Pertama mengenai infrastruktur. Ia menyebut akan terus melakukan modernisasi infrastruktur ritel, yakni dengan mengolaborasikan BI Fast Payment dengan industri ritel.

“Wholesale RTGS (real time gross settlement) kami akan terus memodernisasi dengan ISO 2022, internasional standar. Sehingga bisa cross border RTGS dan harus juga multicurrency, harus interkoneksi, integrasi, baik nasional maupun internasional,” ujarnya.

Dalam poin ini, Perry mengungkapkan pihaknya akan mengeluarkan payment ID untuk setiap transaksi pembayaran. Hal itu berguna untuk diantara meng-capturing data, serta untuk fraud detection system.

Kedua, industri. Perry menjelaskan akan melakukan konsolidasi industri dengan perbankan digital tetap menjadi center, tetapi akan dilakukan interlink dengan non perbankan. Interlink itu bisa dilakukan dengan melihat kemampuan manajemen risiko, investasi teknologi, serta kapabilitas SDM.

Ketiga, inovasi. Perry menuturkan, inovasi tersebut berkenaan dengan akseptasi digital. Inovasi perbankan dan non perbankan perlu dilakukan dalam pengembangan produk dan pelayanan, manajemen risiko, dan penguatan bisnis proses, serta fraud detection system. Termasuk dalam pemanfaatan teknologi AI.

“Di BI kami banyak gunakan AI, diantaranya untuk prediksi inflasi, growth, kredit, dan lain-lain,” ujar dia.

Keempat, internasionalisasi. Perry menjelaskan, pihaknya fokus bekerjasama dengan delapan negara, kaitannya dengan pemanfaatan QR code. Yakni dengan Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filiphina. Serta empat negara lainnya yang menyusul yakni Jepang, India, Korea Selatan, dan UEA.

“Kita masih akan koordinasi dengan Tiongkok, Tiongkok sistemnya agak beda jadi perlu waktu. Tapi delapan negara itu yang mitra dagang utama akan cross border payment, baik dalam QR, juga ritel, wholesale akan terkoneksi,” terangnya.

Adapun yang kelima adalah rupiah digital. Perry melihat adanya peluang dalam digitalisasi rupiah, melihat perkembangan zaman dimana ada generasi-generasi seperti Y, Z, dan Alpha yang lifestyle-nya bergeser ke digital.

“Sehingga the next five years ada tiga jenis uang yang BI perlu keluarkan, yakni uang kertas, uang elektronik, dan uang digital,” tuturnya.

Perry optimistis dengan menjalankan lima inisiatif tersebut dalam mendorong digitalisasi ekonomi Indonesia, diyakinkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia secara luas. Ditargetkan, ekonomi digital akan tumbuh empat kali lipat pada 2030 mencapai 210—360 miliar dolar AS atau Rp5.800 triliun. Pembayaran digital juga diprediksi akan tumbuh 2,5 kali pada 2030 mencapai 760 miliar dolar AS atau Rp12.300 triliun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement