Kamis 22 Aug 2024 21:05 WIB

Luhut Dorong PLTU Suralaya Pensiun, Direktur Eksekutif CESS: Optimalkan Co-Firing Biomassa

PLTU Suralaya telah beroperasi selama lebih dari 40 tahun.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Friska Yolandha
 PLTU Suralaya
Foto: dok. PLN
PLTU Suralaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak merespon wacana bakal 'diistirahatkanya' (passed out) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya. PLTU yang terletak di Cilegon, Banten ini, dianggap menjadi salah satu penyebab  polusi di Daerah Khusus Jakarta.

Beberapa hari lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kembali menyinggung hal itu. Ali mengetahui PLTU dituding sebagai sumber polutan utama.  Tekanan untuk segera menutup PLTU batubara semakin kencang tahun lalu saat kemarau panjang yang berdampak pada 'gelapnya' langit Jakarta. PLTU terdekat, yakni PLTU Suralaya dapat sorotan lebih.

Baca Juga

Tapi apakah pandangan itu tepat dalam kondisi saat ini? Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, jelas Ali, bisa dikatakan tetap menjadi tulang punggung (backbone) kelistrikan Jawa-Madura-Bali (Jamali). PLTU Suralaya memiliki kapasitas pembangkit sebesar 3.400 Megawatt (MW) yang terdiri dari Unit 1-7. Unit 1-4 memiliki kapasitas total sebesar 1.600 MW, dan Unit 5-7 memiliki kapasitas total sebesar 1.800 MW.

Ia melanjutkan, transisi energi ini penting dan harus dijalankan secara adil, berimbang dan berkelanjutan. Transisi energi seiring sejalan dengan upaya mewujudkan ketahanan energi nasional, termasuk sektor ketenagalistrikan.

"Bahwa, dalam jangka panjang, pemanfaatan batubara untuk listrik harus diminimalkan, itu betul dan saya setuju. Namun itu dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan negara (pemerintah, PLN & swasta) untuk menyediakan substitusinya dan menjamin kehandalan pasukan listrik nasional. Terkait itu, saya kira co-firing biomassa di PLTU batubara menjadi salah satu opsi yang harus dioptimalkan, termasuk di PLTU Suralaya," kata Direktur Eksekutif CESS kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Sebelumnya Luhut menyebut PLTU Suralaya sebagai penyebab polusi Jakarta.  Ia menerangkan saat ini indeks kualitas udara di Jakarta berada di angka 170 sampai 200. Menurutnya, keadaan demikian harus segera dicarikan solusinya. Pasalnya bisa mengakitkan penyakit  infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

"Kita pengen exercise, kita pengen kaji. Kalau bisa kita tutup, supaya mengurangi polusi Jakarta. Samping tadi mobil EV kita dorong dengan sepeda motor EV untuk lebih banyak area jadi seperti ganjil genap mungkin kita lagi exercise juga. Supaya itu nanti boleh motor EV dengan mobil EV secara bertahap," kata Luhut saat ditemui di acara Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di Jakarta Convention Center, Senayan, Rabu (14/8/2024).

PLTU Sudah beroperasi....

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement