REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Bio Farma, sebagai induk dari Holding BUMN Farmasi yang juga mencakup Kimia Farma, Indofarma, dan INUKI, terus memperkuat posisinya sebagai pemain utama di industri kesehatan global. Dengan pengalaman dan reputasi sebagai perusahaan peringkat ke-9 global berdasarkan WHO global vaccine market report 2023, Bio Farma telah mendistribusikan vaksin ke lebih dari 160 negara, termasuk vaksin polio yang diproduksi dengan standar tertinggi.
Saat ini, Bio Farma mengoperasikan 12 pabrik dengan 95 fasilitas produksi, yang mampu memproduksi hingga 3,1 miliar dosis vaksin per tahun, menjadikannya pemasok kelima terbesar secara global. Sebagai perusahaan yang memiliki track record luar biasa dalam kancah internasioanl, Bio Farma senantiasa membuka peluang kerjasama dengan instansi yang memiliki visi sama dalam bidang kesehatan, yaitu peningkatan ketahanan kesehatan.
Menurut Direktur Utama PT Bio Farma, Shadiq Akasya, saat ini hingga sepuluh tahun kedepan Bio Farma akan berfokus pada sepuluh vaksin utama yang sedang dikembangkan. Yaitu, konjugasi typhoid baru (TCV, untuk mencegah penyakit typhoid), vaksin rotavirus (untuk mencegah penyakit diare pada bayi), vaksin hepatitis B, vaksin nOPV tipe 1 dan 3, vaksin MR (measles rubella), vaksin new TB (tuberculosis), vaksin hexavalent, dan vaksin platform mRNA.
"Tentu saja dengan permintaan yang cukup tinggi, kami memberikan fokus yang lebih kepada riset dan pengembangan yang merupakan jantung nya Bio Farma, dalam memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat Indonesia dan global, serta upaya mencapai kemandirian dalam produksi obat dan vaksin," ujar Shadiq, didampingi Wakil Direktur Utama Soleh Ayubi dan Bambang Heriyanto, corporate secretary, saat media gathering di Ciwidey, Kabupaten Bandung akhir pekan ini.
Shadiq berharap, Partnership Bio Farma dengan berbagai perusahaan dapat membawa transfer teknologi dan transfer pengetahuan dalam inovasi penciptaan berbagai macam produk kesehatan. Produk unggulan Bio Farma sendiri mencakup Indovac, Nusagard, nOPV2, dan TCV (typhoid conjugate virus). Dengan teknologi transfer yang kuat, Bio Farma mampu mempercepat produksi vaksin.
"Tidak mudah membuat vaksin. Karena, dibutuhkan setidaknya dua tahun untuk mempersiapkan infrasturukturnya saja, transfer teknologi kita sudah punya. Misalnya saja, pembuatan vaksin HPV (human papillomavirus), kita membutuhkan researcher dengan kemampuan tinggi dan tentu saya sumber daya yang kuat secara finansial, karena memang lama waktu pembuatan hingga sampai pada uji coba,” paparnya.
Shadiq menjelaskan, negara yang bagus dalam penanganan kesehatan adalah negara yang mengikuti timline yang sudah ditetapkan oleh WHO. Ia juga menegaskan bahwa dengan partnership maka akan tercipta sinergi dan saling melengkapi kebutuhan satu sama lain.
Sebagai tonggak industri farmasi dan kesehatan nasional, Bio Farma menyiapkan roadmap jangka panjang mereka. Menurut Wakil Direktur Utama Bio Farma, Soleh Ayubi, negara kita adalah negara berkembang yang sudah menjurus menjadi negara maju. "Tantangannya, memang penyakit menular sudah biasa diatasi dengan baik, tetapi disisi lain penyakit non-menular mulai meningkat jumlahnya, nah bio farma juga harus berfokus di situ, tidak hanya mengurus masalah penyakit menular,” katanya.