REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Badan Meteorologi PBB (WMO) mengatakan Afrika harus membayar harga mahal akibat perubahan iklim. Sebagian besar negara-negara di benua itu harus menghabiskan sembilan persen anggarannya untuk mengatasi peristiwa cuaca ekstrem.
Meski emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan Afrika lebih rendah dibandingkan benua-benua lain, tapi kenaikan suhu di Afrika lebih cepat dibanding rata-rata global. Dalam laporan State of the Climate in Africa 2023 yang dirilis Senin (2/8/2024), WMO mengatakan saat ini rata-rata negara-negara Afrika kehilangan 2-5 persen produk domestik bruto yang digunakan mengatasi gelombang panas mematikan, hujan deras, banjir, badai dan kekeringan berkepanjangan.
WMO mengatakan langkah adaptasi sub-Sahara Afrika pada perubahan iklim beberapa dekade ke depan diperkirakan akan menghabiskan sekitar 30 sampai 50 miliar dolar AS per tahun. WMO mendesak negara-negara untuk berinvestasi pada layanan meteorologi dan hidrologi dan mempercepat implementasi sistem peringatan dini untuk menyelamatkan nyawa.
Peringatan ini disampaikan saat negara-negara Afrika mempertimbangkan untuk menggunakan Pertemuan Perubahan Iklim PBB tahun ini (COP29) untuk mengamankan lebih banyak pendanaan global untuk perubahan iklim.