REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) beri respon terkait kasus ibu E yang mengantarkan anaknya T ke selingkuhnya J untuk diperkosa demi mendapatkan motor matic vespa.
“Sangat prihatin dengan kasus yang dialami anak T. Kekerasaan seksual dialami berulang kali yang tentunya memberi dampak fisik, psikis, mental, dan sosial anak. Hari ini, KPAI telah berkoordinasi dengan mitra setempat serta beberapa pihak terkait,” kata Komisioner KPAI, Dian Sasmita melalui keterangan tertulis, Kamis (5/9/2024).
Dian mengatakan KPAI mengapresiasi Kapolres Sumenep yang telah cepat menangani kasus ini. Pihaknya juga menegaskan pelaku harus ditindak secara tuntas dan memberikan hak restitusi kepada korban.
“Penanganan hukum kasus TPKS pada anak dengan pelaku dewasa harus tuntas dan tidak mengenal penyelesaian di luar peradilan formal (Pasal 23 UU TPKS). Termasuk penyidik harus memberitahukan hak restitusi kepada korban dan LPSK. Ini penting dan menjadi hak anak korban atas penderitaan yang dialami,” katanya.
Selain penanganan hukum, pihaknya juga mengatakan anak korban perlu dipastikan terpenuhi hak haknya atas pendampingan hukum dan pemulihan psikososial secara cepat. “Oleh karenanya, Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep dengan lembaga layanan yang ada, UPTD PPA harus segera menyediakan tenaga profesional psikolog, pekerja sosial, pengacara untuk memenuhi hak anak yang juga korban,” katanya.
Termasuk, kata dia, hak anak atas akses pendidikan harus dijamin juga. Tentunya dengan mekanisme yang menyesuaikan kondisi anak. "Menjauhkan anak dari stigma dan mendukung rehabilitasinya,” katanya.
KPAI menegaskan, setiap kekerasan pada anak harus ditangani secara serius oleh penegak hukum dan pemerintah daerah. Masyarakat juga perlu ambil bagian mengawal kasus kasus TPKS pada anak. Sehingga pelaku tidak lepas dari tanggung jawab pidana dan bersama-sama melakukan edukasi untuk pencegahan kekerasaan.