REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di tengah masyarakat muncul praktik pernikahan yang dilakukan oleh orang-orang ketika bepergian. Pernikahan itu dikenal dengan istilah "nikah wisata" atau yang umum dikenal sebagai "kawin kontrak."
Indonesia yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam mempertanyakan hukum
praktik nikah wisata atau kawin kontrak. Maka Musyawarah Nasional VIII Majelis Ulama
Indonesia (MUI) memandang perlu menetapkan fatwa tentang “nikah wisata” sebagai pedoman.
Maka Komisi Fatwa MUI dalam Musyawarah Nasional VIII MUI menetapkan ketentuan umum fawa tentang nikah wisata atau kawin kontrak.
Dijelaskan dalam fatwa MUI bahwa "Nikah Wisata" adalah bentuk pernikahan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat pernikahan. Namun pernikahan tersebut diniatkan dan disepakati untuk sementara waktu saja. Semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan selama dalam wisata atau perjalanan.
"Maka nikah wisata (kawin kontrak) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum hukumnya haram, karena merupakan nikah mu’aqqat (nikah sementara) yang merupakan salah satu bentuk nikah mut’ah," demikian pernyataan Fatwa MUI hasil Musyawarah Nasional VIII MUI yang ditandatangani Prof Huzaimah, KH Asrorun Ni’am Sholeh, KH Ma’ruf Amin dan Dr Amrullah Ahmad pada 27 Juli 2010.
Fatwa ini didasarkan pada beberapa Firman Allah SWT dalam Alquran.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَ ۙ
اِلَّا عَلٰٓى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ فَاِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَۚ
فَمَنِ ابْتَغٰى وَرَاۤءَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْعَادُوْنَ ۚ
Orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki. Sesungguhnya mereka tidak tercela (karena menggaulinya). Maka, siapa yang mencari (pelampiasan syahwat) selain itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS Al-Mu'minun Ayat 5-7)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS Ar-Rum Ayat 21)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (QS An-Nisa Ayat 1)
Sabda Nabi Muhammad SAW di bawah ini juga menguatkan Fatwa MUI yang mengharamkan nikah wisata atau kawin kontrak.
Dari Ali bin Abi Thalib Radhyalahu anhu bahwa Rasulullah SAW melarang nikah mut’ah pada Perang Khaibar, juga melarang memakan daging keledai piaraan,” (Muttafaq Alaih)
Dari Iyas bin Salamah dari ayahnya ia berkata, “Rasulullah SAW memberikan keringanan (rukhshah) pada tahun Authas untuk melakukan mut’ah selama tiga hari kemudian melarang praktek tersebut.” (HR Imam Muslim).