Selasa 17 Sep 2024 18:04 WIB

Suami Pelit kepada Istri, Bagaimana Solusinya?

Jika suami pelit, bolehkah istrinya mengambil harta si suami tanpa izin?

Suami-istri (ilustrasi)
Foto: republika
Suami-istri (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Yusuf Qaradhawi dalam Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah menyayangkan sikap kikir seorang suami dalam menafkahi keluarganya. Menurut fakih ini, suami tak boleh bersikap kikir dalam memberikan nafkah. Hendaknya ia melakukan kewajibannya itu sesuai kebutuhan dan kemampuan.

Imam Ghazali dalam Ihya Ulum ad-Din menjelaskan, nafkah seorang suami haruslah sedang. Tidak kikir. Tidak pula berlebihan (israf). Ini sesuai dengan firman Allah SWT. “...Makanlah dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan...” (QS al-Araf: 31).

Baca Juga

Ibnu Qudamah menerangkan cara memberi nafkah yang makruf merupakan ukuran yang mencukupi. Besaran nafkah tidak dijabarkan, namun diperkirakan cukup untuk menutupi kebutuhan. Bahkan, jika diperlukan besarannya, seorang hakim bisa menyebut ukuran nafkah yang disebut mencukupi.

Misalnya, makanan pokok dan lauk-pauk sesuai adat kebiasaan di tempat tersebut. Bahkan secara khusus, Imam Syafi’i berkata jika kondisi miskin nafkah yang diberikan satu mud (sekitar 675 gram beras); ekonomi sedang, maka sebanyak 1,5 mud; sedangkan orang yang kaya; sebanyak dua mud.

Abu Hanifah menambahkan, orang kaya wajib memberi nafkah tujuh sampai delapan dirham per bulan. Jika ekonominya sulit, empat hingga lima dirham per bulan.

Mengambil harta suami

Jika suami pelit, bolehkah istrinya mengambil harta sang suami tanpa izin? Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi menegaskan seorang istri tidak boleh mengambil harta suami tanpa seizinnya. Namun, jika suami tidak memberikan nafkah secara penuh, seorang istri boleh mengambil harta suami sesuai kadar kebutuhan istri dan anak-anak.

Syekh Abdullah bin Baz mensyaratkan tidak boleh mengambil harta suami secara berlebihan. Hal ini didasarkan pada hadis shahih Bukhari dan Muslim.

Dari Aisyah RA yang menyatakan bahwa Hindun binti ‘Utbah datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, Abu Sufyan tidak memberikan nafkah yang cukup untuk saya dan anak-anak."

Nabi SAW menjawab, "Ambillah dari kekayaannya dengan cara baik dan benar dengan jumlah yang akan mencukupimu dan anakmu.”

Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi menambahkan, jika berada dalam kondisi terdesak, tidak ada kafarat yang harus dibayar. Namun, jika kondisinya tidak demikian, istri wajib mengembalikan harta suaminya dan boleh dengan diam-diam jika khawatir akan membuat kekacauan atau suaminya menjadi marah.

Syekh Qaradhawi menegaskan hadis soal Hindun di atas tak terbatas pada makanan dan minuman saja. Mengambil dengan cara makruf mencakup perlengkapan yang harus dipenuhi. Yang apabila tidak terpenuhi, akan menimbulkan keretakan dan kerusakan. Dan, tafsir atas kadar makruf berbeda-beda menurut kondisi orang, waktu, dan daerah.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement